Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) berencana memberikan jabatan dan wewenang bagi Otoritas Pelabuhan setingkat pejabat Eselon II A yang bertanggung jawab langsung ke Menteri Perhubungan Ignasius Jonan. Pemberian wewenang lebih tersebut menjadi salah satu cara pemerintah untuk memangkas waktu barang keluar dari kapal hingga keluar pelabuhan (
dwelling time) yang saat ini rata-rata 20 harian menjadi 4,5-4,7 hari.
“Otoritas Pelabuhan akan bertanggung jawab kepada Menteri Perhubungan, sehingga diharapkan bisa segera menetapkan Otoritas Pelabuhan dimulai dengan Tanjung Priok,” ujar Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Indroyono Soesilo seusai sidang kabinet paripurna di kantor Presiden, Jakarta, Rabu (4/3).
Indroyono menjelaskan, kesetaraan jabatan dan wewenang Otoritas Pelabuhan diperlukan agar pengambilan keputusan terkait arus keluar masuk barang di pelabuhan bersumber dari satu pintu. Rencananya jabatan Otoritas Pelabuhan di Tanjung Priok akan diusulkan kepada Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) sehingga bisa setara dengan Syahbandar atau Bea Cukai.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain meminta Menteri Perhubungan untuk segera menunjuk Otoritas Pelabuhan, pemerintah juga menugaskan Ignasius Jonan untuk membentuk
damage control center atau
crisis center dan
call center di pelabuhan.
“Di situ nanti akan ada perwakilan dari 16 kementerian/lembaga dan sistem online yang ada untuk melihat apa saja permasalahan yang menghambat percepatan
dwelling time di pelabuhan,” jelas Indroyono.
Sementara, Kementerian Keuangan ditugaskan untuk segera membuat lembaga permanen dari Indonesian
National Single Window (INSW) yang selama ini berada bawah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Nantinya fungsi tersebut akan diperkuat menjadi Unit Pelaksanan Teknis (UPT) yang permanen di bawah Kementerian Keuangan.
Sebelumnya Jokowi telah menginstruksikan para menterinya untuk dapat menangani masalah pelabuhan di Indonesia terutama pada lima pelabuhan yaitu Belawan, Tanjung Priok, Tanjung Perak, Makassar, dan Sorong.
Dari hasil peninjauan tim di Pelabuhan Tanjung Priok ditemukan sekitar 40 tempat penampungan sementara untuk kontainer-kontainer yang dimiliki oleh berbagai perusahaan yang terpisah-pisah tidak dalam suatu kawasan.
Selain itu, di pelabuhan yang dikelola PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) ini juga ada berbagai entitas pelabuhan, lalu menjadi lahan usaha tempat penampungan sementara, perusahaan
tracking, depo peti kemas, perusahaan pelayanan jasa kepabeanan, dan sebagainya.
Dari hasil kajian awal itulah, tim menemukan pembagian
dwelling time atau waktu proses sampai ke luar dari pelabuhan dalam tiga bagian, yaitu jalur hijau selama empat sampai lima hari, jalur kuning selama tujuh hari, dan jalur merah selama sembilan hari.
Untuk dapat membuat target
dwelling time di pelabuhan menjadi 4,7 hari, maka akan dibagi tiga jenis penanganan barang yaitu untuk
pre-celarance yaitu sebelum masuk Bea Cukai 2,7 hari. Kedua, untuk
custome clearance dari bea cukai setengah hari, dan yang terakhir
post clearance langsung keluar itu sekitar 1,5 hari.
“Jadi 4,7 hari,” tegas Indroyono.
Menurutnya, Jokowi sudah menyetujui untuk mendukung perubahan
dwelling time itu sesuai Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran maka Otoritas Pelabuhan adalah sebagai pemegang kendali kegiatan di pelabuhan. Pemangkasan dwelling time diharapkan membuat biaya kepelabuhanan menjadi murah.
(gen)