Dolar Semakin Mahal, Pengusaha Pikir Dua Kali Untuk Impor

Elisa Valenta Sari & Giras Pasopati | CNN Indonesia
Selasa, 10 Mar 2015 08:07 WIB
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali terjerembab ke level Rp 13.407 (kurs tengah Bank Indonesia) pada perdagangan Senin (9/3).
Kapal kargo bersandar saat aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Sabtu, 21 Fbruari 2015. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) tak hanya berdampak negatif terhadap membengkaknya harga-harga barang impor, tetapi juga menyisakan peluang bagi Indonesia untuk menggenjot ekspor. Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) menilai semakin mahalnya dolar AS membuat pengusaha berpikir dua kali untuk melakukan impor.

“Pelemahan kali ini adalah peluang kita, para pengusaha, untuk mulai menggenjot kinerja ekspor. Alasannya jelas, saat ini ekspor bakal menguntungkan,” ujar Tutum Rahanta, Wakil Ketua Umum Aprindo, kepada CNN Indoneisa, Senin (9/3).

Sebagai informasi, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali terjerembab ke level Rp 13.407 (kurs tengah Bank Indonesia) pada perdagangan Senin (9/3), setelah sempat menguat tipis pada hari sebelumnya.
Senada dengan Aprindo, Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro mengatakan saat ini  merupakan momentum terbaik bagi Indonesia untuk meningkatkan ekspor manufaktur di tengah menguatnya dolar AS.  Potensi ekspor yang bisa ditingkatkan terutama untuk produk manufaktur andalan yang berbasis sumber daya alam dan teknologi, antara lain otomotif.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Sekarang saya berharap industri mobil makin gencar ekspor mobil sama motor. Daripada jual mobil-motornya bikin macet Jakarta, mendingan itu diekspor,” ucap Bambang, belum lama ini.

Sebagai informasi, total ekspor Indonesia pada Januari 2015 turun 8,1 persen menjadi US$ 13,3 miliar dibandingkan dengan perolehan tahun sebelumnya seiring dengan permintaan Tiongkok yang turun 21,5 persen.

Kementerian Perdagangan menyatakan penurunan ekspor tersebut disebabkan oleh turunnya permintaan dari negara tujuan ekspor utama, seperti Tiongkok 21,5 persen, India 11,3 persen, dan Brasil, 16 persen.

Apabila dirinci ekspor nonmigas Januari tercatat sebesar US$ 11,2 miliar atau turun 6,2 persen dari tahun sebelumnya. Sementara itu, ekspor migas tercatat sebesar US$ 2,1 miliar atau melemah 17 persen.

Ekspor migas turun terutama untuk komoditas hasil minyak yang anjlok 22,6 persen dan gas negatif 25,8 persen. Sektor pertambangan juga turun signifikan sebesar 16,3 persen menjadi US$ 1,7 miliar.

Tidak Bisa Instan

Bambang Brodjonegoro menambahkan tidak ada cara yang instan untuk membuat nilai tukar rupiah kembali stabil di bawah Rp 13.000 per dolar AS. Solusi jangka panjang yang bisa dilakukan adalah dengan memperbaiki kondisi makro ekonomi Indonesia.

"Apa yang bisa dilakukan? Enggak ada jawaban instan, tidak dengan langsung kucurkan uang gitu saja," kata Bambang.

Caranya, kata Menkeu, dengan menekan rasio utang terhadap PDB  dan menurunkan defisit neraca transkasi berjalan. Defisit neraca transaksi berjalan pada 2014 sebesar 2,9 persen PDB, sedikit menurun dibandingkan dengan posisi tahun sebelumnya 3,3 persen PDB. Pemerintah optimistis pada tahun ini defisit transaksi berjalan akan bertahan di bawah 3 persen PDB.

"Walaupun kita terus ada perbaikan, tapi kita kan akan bangun infrastruktur besar sehingga impor tinggi, yang penting kita manage current acount defisit di level 3 persen," ujarnya.

(ags)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER