Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Keuangan kembali menetapkan pencegahan bepergian ke luar negeri bagi penunggak pajak. Kali ini, larangan pelesir ke luar negeri diberlakukan bagi sembilan orang yang terdaftar di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Nusa Tenggara.
Cucu Supriatna, Kepala Kantor Wilayah DJP Nusa Tenggara menjelaskan pencegahan tersebut dimaksudkan untuk mempermudah proses penagihan sesuai aturan hukum karena dikhawatirkan sembilan penunggak pajak yang dibidik lari ke luar negeri.
“Sebelum surat keputusan pencegahan tersebut terbit, kami sudah melakukan berbagai upaya penagihan seperti mengirim surat teguran, surat paksa, surat perintah melakukan penyitaan, sampai memblokir harta penunggak pajak. Tetapi tetap saja utang pajaknya tidak dilunasi,” ujar Cucu ketika dihubungi, Selasa (10/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia beralasan selama melakukan penagihan, petugas atau fiskus pajak selalu mengedepankan itikad baik wajib pajak untuk melunasi utang pajaknya termasuk dengan mencegah yang bersangkutan lari ke luar negeri.
“Kalau tidak muncul juga itikadnya, baru kami lakukan tindakan gijzeling atau penyanderaan seperti yang sudah dilakukan di daerah lain,” kata Cucu.
Penyanderaan merupakan upaya terakhir yang dilakukan pemerintah untuk menagih utang dari para penunggak pajak. Caranya adalah dengan menitipkan penunggak pajak tersebut di lembaga pemasyarakatan (lapas) paling lama enam bulan dan akan berakhir apabila utang pajak dan biaya penagihan pajak dilunasi. Apabila utang pajak belum dilunasi, maka gijzeling diperpanjang paling lama enam bulan.
“Dalam mengoptimalkan pembayaran piutang pajak, kami juga berkoordinasi dan bekerjasama dengan berbagai instansi terkait penegakan hukum di bidang perpajakan diantaranya Polri dan Kejaksaan,” tegas Cucu.
90 Pengemplang Pajak dalam BidikanSebelumnya Direktur Jenderal Pajak Sigit Priadi Pramudito mengaku tengah membidik lebih dari 90 pengemplang pajak besar untuk menyelesaikan kewajibannya tahun ini. Target pengemplang pajak yang dibidik Sigit, terdiri dari 50 wajib pajak (WP) yang bergerak di bidang usaha pertambangan batubara serta sektor minyak dan gas bumi (Migas).
Sigit secara terang-terangan mengungkapkan target tersebut melalui Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-09/PJ/2015 tentang Rencana Strategis Pemeriksaan Tahun 2015, yang terbit 13 Februari 2015 lalu.
Dalam surat tersebut, Sigit menjelaskan instruksi pemeriksaan khusus diterbitkan secara top-down oleh Kantor Pusat DJP berdasarkan analisis risiko manual.
Ada empat kategori WP yang menjadi target pemeriksaan khusus, yakni yang bergerak di bidang usaha pertambangan batubara dan sektor migas, WP yang melakukan transaksi dengan pihak yang mempunyai hubungan istimewa, dan WP yang tergabung dalam satu grup, serta WP yang terindikasi melakukan transfer pricing.
Karenanya, DJP akan menjalin kerjasama dengan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) serta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
(gen)