Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Indonesia (BI) menepis tudingan yang menyatakan bahwa bank sentral sengaja membiarkan pelemahan rupiah guna memperbesar volume ekspor untuk memperkecil defisit neraca berjalan.
BI mengatakan sejauh ini belum ada intervensi yang dilakukan mengingat pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar belum mempengaruhi kondisi makroekonomi Indonesia secara negatif.
"Tidak benar jika BI dibilang membiarkan pelemahan rupiah. BI tetap komitmen menjaga stabilitas rupiah, dan kami akan terus berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan pemerintah dalam menjaga keseimbangan makroekonomi dan sistem keuangan kita," ujar Deputi Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo di Gedung Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (10/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia mengatakan bahwa depresiasi rupiah terhadap dolar murni terjadi karena hal-hal eksternal. Pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat yang semakin tinggi dan ancaman naiknya suku bunga acuan The Fed pada akhir 2015, serta adanya penggelontoran likuiditas dari Bank Sentral Eropa dan Bank Jepang disebut sebagai faktor yang telah memperlemah mata uang berbagai negara di dunia.
"Dengan kondisi tersebut dan juga kondisi makroekonomi Indonesia yang masih baik-baik saja, kami pastikan rupiah akan stabil. Namun jika dua atau tiga minggu terjadi tekanan berlebih, maka kami tak akan segan-segan untuk intervensi pasar valuta asing," tegasnya.
Kondisi makroekonomi yang dimaksud adalah tingkat inflasi bulanan yang berada di kisaran minus 0,36 persen pada Februari serta defisit neraca berjalan yang berada di kisaran 3,3 persen pada tahun lalu. Perry bahkan optimistis BI dapat menekan defisit neraca berjalan sebesar tiga persen dan menjaga inflasi inti di kisaran empat plus minus satu persen pada akhir tahun ini.
"Dengan adanya kondisi inflasi yang terjaga, kami pastikan bahwa pelemahan rupiah sebesar satu persen hanya akan meningkatkan inflasi sebesar 0,07 persen. Selain itu, pelemahan rupiah juga akan membantu
current account deficit (CAD), terlebih kini kita lebih banyak melakukan
capital expenditure dibanding
consumption expenditure," jelas Perry.
Dia juga menambahkan bahwa tak hanya rupiah saja yang menghadapi depresiasi karena beberapa mata uang negara lain juga mengalami hal serupa dengan tingkatan yang lebih parah dibandingkan Indonesia.
"Dengan pelemahan rupiah sebesar 1,8 persen pada tahun lalu, sebenarnya kita lebih baik dibandingkan dengan Euro yang melemah sebesar 13,5 persen dan Jepang yang melemah sebesar 12,5 hingga 13 persen. Untuk tahun ini saja, sejauh ini rupiah melemah 0,3 persen. Lebih kecil dibanding Singapura yang sebesar 1,06 persen, Malaysia sebesar 1,14 persen, dan Korea Selatan yang sebesar 0,9 persen," jelas Perry.
Dengan adanya fakta-fakta ini, Perry meminta masyarakat untuk tidak panik terkait pelemahan rupiah terhadap dolar. "Kualitas CAD kita akan semakin baik kedepannya dan inflasi kita harapkan sesuai target, semoga nanti rupiah bergerak stabil sesuai dengan fundamentalnya," tuturnya.
(gen)