Jakarta, CNN Indonesia -- Ketika masyarakat dan pelaku industri panik dalam menghadapi pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS), pemerintah justru memandang positif depresiasi yang terjadi. Kondisi tersebut justru dapat menambah surplus Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) akibat sokongan peningkatan pendapatan dari sumbangan ekspor migas dan pertambangan.
"Memang kurs yang terjadi sekarang berada di atas asumsi APBN di angka Rp 12.500 per dolar AS, namun saya sampaikan bahwa setiap pelemahan kurs sebesar Rp 100 akan menciptakan surplus di APBN," ujar Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro di Gedung Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (10/3).
Bambang menjelaskan potensi surplus APBN berasal dari harapan meningkatnya pendapatan ekspor sektor migas dan pertambangan yang lebih besar dibandingkan dengan tambahan bunga utang yang harus dibayarkan. Sehingga secara tidak langsung bisa terjadi surplus pada APBN.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan adanya pelemahan rupiah, ditambah dengan penurunan harga komoditas maka hal tersebut juga mampu meningkatkan ekspor sektor migas dan pertambangan mengingat rupiah menjadi relatif lebih murah dibandingkan periode-periode sebelumnya.
Meskipun Bambang mengatakan bahwa kondisi ini mempengaruhi surplus APBN, namun dia tidak menyebutkan secara lebih detil mengenai potensi peningkatan pendapatan penerimaan migas dan pertambangan serta angka peningkatan bunga utang akibat pelemahan rupiah ini.
"Dengan pelemahan kurs sebesar Rp 100, maka akan terjadi peningkatan surplus anggaran sebesar Rp 2,3 triliun. Tapi jangan bilang pemerintah cari untung akibat pelemahan rupiah, yang penting kondisi makroekonomi tetap stabil," tambahnya.
Adanya klaim tersebut menegaskan bahwa depresiasi rupiah tidak berdampak buruk bagi keuangan negara meskipun angkanya melebihi asumsi makroekonomi di dalam APBN. "Kita anggap pelemahan kurs ini tidak membahayakan anggaran, malah kita anggap risiko terbesar ada di target penerimaan pajak," tutur Bambang.
(gen)