Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Perindustrian menginginkan agar proyek pelabuhan Cilamaya di Jawa Barat bisa cepat dimulai pembangunannya agar bisa mengurangi tingginya biaya logistik hasil-hasil industri di Pulau Jawa sebesar 30 persen. Beroperasinya pelabuhan tersebut dinilai menjadi salah satu kunci peningkatan daya saing produk industri nasional.
"Keberadaan Pelabuhan Cilamaya penting karena bisa menurunkan ongkos logistik darat sebesar 30 persen. Karena pelaku industri punya alternatif pengiriman barang lain yang lebih dekat dibandingkan melalui Tanjung Priok," ujar Direktur Jenderal Pengembangan Perwilayahan Industri Imam Haryono ketika ditemui di Gedung Kementerian Perindustrian, Jumat (13/3).
Dia mengatakan, keberadaan Provinsi Jawa Barat yang didominasi oleh kawasan industri kini sedang membutuhkan infrastruktur konektivitas yang lebih efisien. Karena berdasarkan studi yang dilakukan oleh Kementerian Perindustrian, sektor industri di provinsi tersebut memiliki basis pertumbuhan yang cukup tinggi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dalam studi kami mengenai location quotient dan growth industri, Provinsi Jawa Barat memiliki nilai LQ sebesar 1,74, yang artinya kegiatan industri di Jawa Barat merupakan penggerak utama karena bisa menyerap banyak tenaga kerja. Sehingga, konektivitas yang memadai diperlukan untuk menunjang sektor tersebut," tambahnya.
Selain itu, Kementerian Perindustrian juga menekankan akan pentingnya mengurangi proporsi nilai logistik di dalam komponen biaya total output. Imam menegaskan, bahwa pembangunan Pelabuhan Cilamaya bisa menunjang upaya tersebut dan bahkan bisa meningkatkan kinerja peringkat logistik Indonesia.
"Seperti dirilis World Bank, kini kita menempati peringkat 53 dari 160 negara yang berada dalam daftar Indeks Performa Logistik seluruh dunia. Penilaian terburuknya justru datang dari international shipment dan hal ini perlu dibenahi agar investasi asing tak keluar dari Indonesia," tambahnya.
Sebelumnya dalam daftar Price Waterhouse Cooper 2014 dijelaskan bahwa proporsi biaya logistik dalam komponen harga barang di Indonesia rata-rata mencapai 27 persen. Angka ini lebih tinggi dibanding rata-rata proporsi negara Asean lainnya seperti Thailand (20 persen) atau Vietnam (25 persen).
"Maka dari itu, kami sebagai user sangat mengharapkan pelabuhan Cilamaya segera dibangun," tutur Imam.
Sebelumnya Gubernur Japan Bank for International Cooperations (JBIC) Hiroshi Watanabe menyebutkan bahwa perusahaan asal negaranya terpaksa membatalkan pembangunan tiga proyek infrastruktur dan maritim di Indonesia karena ada proyek lain yang memiliki urgensi lebih tinggi untuk dikerjakan.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Andrinof Chaniago kemudian menyebut salah satu proyek investasi Jepang yang terpaksa dikaji ulang adalah pelabuhan Cilamaya yang diperkirakan menelan investasi hingga Rp 34,5 triliun.
Belakangan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menginstruksikan Menteri Perhubungan Ignasius Jonan untuk melanjutkan pembangunan Cilamaya dan menawarkannya kepada investor swasta lain sehingga pembangunannya tidak perlu menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Jonan mengatakan proyek yang terletak 70 kilometer (km) dari Jakarta itu juga telah dilirik oleh beberapa investor baik lokal maupun asing. Saat ini, pemerintah tengah berkoordinasi dengan sejumlah pihak untuk merealisasikan rencana pembangunan pelabuhan tersebut.
"Kemungkinan (lokasinya) akan sedikit digeser karena di sana ada pipa punya Pertamina. Kemarin juga kami sudah berkoordinasi dengan pemerintah daerah," jelas Jonan.
Berdasar peta jalan megaproyek tersebut, pembangunan pelabuhan Cilamaya akan dilakukan dalam dua tahap. Pertama, kontraktor akan membangun terminal peti kemas dengan kapasitas 3,75 juta TEUs, terminal mobil dengan kapasitas 1.030.000 CBU, dermaga kapal negara, dermaga untuk bahan bakar, terminal Ro-Ro, dan alur pelayaran dengan kedalaman -17 M Lws. Pelaksanaan proyek tahap pertama diperkirakan menghabiskan dana investasi Rp 23,9 triliun.
Adapun pada tahap kedua, pembangunan pelabuhan meliputi pengembangan terminal peti kemas berkapasitas 3,75 juta TEUs dengan total biaya sekitar Rp 10,6 triliun.
(gen)