Negosiasi OPEC Buntu, Harga Minyak Stagnan US$ 50 per Barel

Diemas Kresna Duta | CNN Indonesia
Senin, 23 Mar 2015 09:15 WIB
Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) menolak dijadikan kambing hitam atas kejatuhan harga minyak mentah di pasar internasional.
Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) menolak dijadikan kambing hitam atas kejatuhan harga minyak mentah di pasar internasional. (CNN Indonesia/Fajrian)
Jakarta, CNN Indonesia -- Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dikabarkan gagal menemukan kesepakatan bersama negara eksportir Non-OPEC menyoal upaya peningkatan harga jual minyak dunia.

Berangkat dari hal itu, Menteri Perminyakan Arab Saudi, Ali al Aimi menolak jika OPEC disalahkan dengan kondisi harga minyak saat ini, yang masih rendah di kisaran US$ 40 sampai US$ 50 per barel.

"Hari ini situasi sulit. Kami mencoba dengan mengadakan pertemuan, namun tidak berhasil karena negara-negara (di luar OPEC) bersikeras bahwa OPEC membawa beban dan kami menolak OPEC memikul tanggung jawab," kata Naimi seperti dikutip Reuters, Senin (23/3).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berdasarkan informasi yang diperoleh, sejak November 2014 beberapa negara OPEC, termasuk Arab Saudi, masif melakukan pembicaraan dengan anggota dan negara pengekspor minyak Non OPEC demi menstabilkan pasokan dan harga. Akan tetapi, upaya tersebut buntu lantaran  beberapa negara eksportir Non OPEC terus menggenjot angka produksinya.

Tak ayal, akibat upaya ini harga minyak sulit beranjak dari level US$ 50 per barel atau turun tajam dari harga tahun lalu yang berada di atas US$ 100 per barel. "Produksi OPEC adalah 30 persen dari pasar, sementara 70 persen lainnya dari non-OPEC. Kalau mau meningkat semua orang harus berpartisipasi," tutur Naimi.

Sebelumnya, Gubernur OPEC Mohammed al-Madi mengatakan akan sulit harga minyak kembali ke level US$ 100 - US$ 120 per barel dalam waktu dekat. Meski sempat menyentuh US$ 60 per barel pada Januari lalu, Madi meyakini harga minyak akan kembali jatuh karena adanya kekhawatiran yang berlebih dari banyak perusahaan di bursa komoditas. Akibat kekhawatiran tersebut, harga minyak mentah Brent ditutup pada level US$ 55,32 per barel pada Jumat (20/3).

Tak ada konspirasi

Menanggapi kejatuhan harga minyak, lanjut Aimi, dirinya menampik jika beberapa negara Arab melakukan konspirasi guna menurunkan harga menyusul pengembangan minyak shale oleh Amerika Serikat. Ia pun menegaskan bahwa pemerintah Arab Saudi tidak memiliki peran dalam menurunkan harga minyak.

"Tidak ada konspirasi dan kami ingin memperbaiki semua hal dengan menjaga stabilitas pasar dan keseimbangan antara pasokan dan permintaan. Namun (berkaitan dengan) harga, pasarlah memutuskan itu," tegasnya.

Aimi melansir, saat ini produksi minyak Arab Saudi berkisar 10 juta barel per hari (bph) dan memiliki kemampuan untuk meningkatkan angka produksi. Adapun besaran peningkatan bisa menjadi 12,5 juta Bph jika pelanggan meminta.

"(Tapi) saat ini tidak ada rencana karena tidak ada permintaan," pungkas Aimi. (ags)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER