Jakarta, CNN Indonesia -- Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mengingatkan para wajib pajak (WP) untuk menyerahkan surat pemberitahuan tahunan (SPT) pajak penghasilan (PPh) 2014 yang akan ditutup pada 31 Maret 2015 esok. Seperti tenggat waktu penyerahan SPT tahun-tahun sebelumnya, DJP kembali menyerukan ancaman penjara bagi WP yang tidak melaksanakan kewajibannya tersebut.
Wahju K. Tumakaka, Pejabat Pengganti Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Humas DJP menegaskan setiap orang atau WP yang dengan sengaja tidak menyerahkan SPT Tahunan PPh terancam sanksi pidana. Hal ini diatur dalam Pasal 39 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) Nomor 16 Tahun 2009.
"Menurut UU, kalau ada yang sengaja tidak melaporkan atau mengisi SPT secara tidak benar bisa dikenakan sanksi pidana," ujar Wahju kepada CNN Indonesia, Minggu (29/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jadi menurutnya lebih baik terlambat daripada tidak melaporkan SPT sama sekali. Setiap keterlambatan pelaporan untuk SPT Tahunan PPh Orang Pribadi mulai Tahun Pajak 2008 dikenakan denda sebesar Rp 100 ribu , sedangkan SPT Tahunan PPh Badan dikenakan denda sebesar Rp 1 juta.
Wahju juga mengungkapkan, tidak jarang WP memasukkan data atau informasi asal-asalan pada formulir SPT Tahunan PPh, baik manual maupun elektronik. Dalam pasal 39 UU KUP ditegaskan sanksi bagi pelapor SPT tidak benar adalah kurungan penjara minimal 6 bulan dan maksimal 6 tahun.
Bukan hanya di bui, lanjut Wahju, WP juga terancam sanksi denda paling sedikit dua kali dan paling banyak empat kali dari jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
Belum lama ini, Presiden Joko Widodo menyoroti tingkat kepatuhan WP yang rendah menyusul masih banyaknya WP yang tidak menyampaikan SPT. Jokowi menilai ketidakpatuhan WP ini menjadi penyebab lambatnya peningkatan rasio perpajakan dalam sepuluh tahun terakhir.
"Kalau dilihat rasio sepuluh tahun terakhir hanya naik 0,1 persen. Sejak 2005-2013, penerimaan pajak tidak pernah tercapai. Kemudian juga tax coverage rasio, hanya 53 persen," jelas Jokowi ketika itu.
(gen)