Bea Cukai Akui Kewalahan Bantu Susi Awasi Illegal Fishing

Elisa Valenta Sari | CNN Indonesia
Kamis, 16 Apr 2015 08:13 WIB
Para pelaku di wilayah Arafura merupakan 'pemain besar' yang memiliki kapal-kapal besar dan pelabuhan khusus, sehingga memiliki pengaruh yang kuat
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti saat memberikan keterangan terkait evaluasi dan tindak lanjut penanganan ABK kapal asing di Benjina oleh Kementrian Kelautan dan Perikanan. Jakarta, Rabu, April 2015. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Luas laut yang besar serta lokasi perusahaan perikanan yang terpencil membuat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) kewalahan membantu Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti dalam memberantas aksi illegal fishing.

Kasus dugaan perbudakan nelayan asing di Benjina Kepulauan Aru Maluku menjadi contoh betapa sulitnya lembaga otoritas kepabeanan itu mengawasi aktivitas perusahaan perikanan di daerah Laut Arafura.

Direktur Penindakan dan Penyidikan Bea Cukai Harry Mulya mengatakan di Laut Aru, banyak aktivitas kepabeanan yang dilanggar oleh kapal penangkap maupun pengangkut ikan. Salah satunya yang kerap terjadi yakni adanya tindakan bongkar alih muatan di tengah laut (transhipment) ilegal yang dilakukan oleh kapal-kapal asing.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Banyak kapal-kapal ikan berkumpul di sana. Nanti ada kapal ikan besar datang untuk ngumpulin hasil tangkapan. Dari transaksi itu terdapat beberapa pelanggaran kepabeanan. Yaitu ada perpindahan barang dari satu kapal ke kapal lain tanpa ada catatan," kata Harry saat berbincang dengan CNN Indonesia di Bandara Soekarno Hatta Cengkareng, Rabu (15/4).

Harry yang dulunya pernah bertugas di Kantor Bea Cukai wilayah Ambon menjelaskan, sudah menjadi rahasia umum jika Laut Arafura pada malam hari aktivitas illegal fishing sangat ramai, bahkan ia menyebut aktivitas tersebut bagaikan pasar malam layaknya di kota-kota besar seperti Jakarta.

Bahkan, ia menyebutkan para pemain di wilayah tersebut merupakan 'pemain besar' yang memiliki kapal-kapal besar dan pelabuhan khusus, sehingga memiliki pengaruh yang kuat terhadap kelancaran bisnis yang dinilai sudah mengakar lama di Laut Arafura.

"Kapal-kapal penangkap ikan tidak pernah merapat ke pelabuhan biasa karena kalau di pelabuhan mereka bisa ditangkap nelayan lokal. Kapal besar itu pasti dimiliki oleh orang besar. Mereka pasti ada kerjasama di daerah sana," katanya.

Selama ini, kurangnya petugas pengawasan dan armada patroli menjadi kendala utama bagi DJBC untuk menindak aktivitas illegal fishing. Kondisi Laut Arafura yang bersuhu baik dan adanya pertemuan arus yang bagus membuat kondisi perairan secara biologis menjadi sangat ideal bagi ikan berkembang biak. Hal itulah yang membuat Laut Arafura menjadi primadona bagi para nelayan.

Laut Arafura sendiri adalah wilayah perairan yang berada di antara Australia dan Pulau Papua di Samudra Pasifik. Luasnya adalah 650 ribu kilometer persegi dengan kedalaman 3,86 kilometer.

"Batas wilayah kepabeanan itu hanya 12 mil dari garis pantai, kalau di tengah laut, petugas kita gak ada. Kecuali jika ada pemberitahuan ke kita kalau mau ekspor tapi barangnya ada di tengah laut itu ada laporan untuk nanti diperiksa, tapi sejauh ini belum ada laporan untuk kita kesana," katanya.

Tambah Kapal Pengawas di Timur

Tahun ini, DJBC kembali akan menambah jumlah armada kapal pengawas. Direktur Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan DJBC menjelaskan pihaknya telah memesan 2 kapal berukuran cukup besar yaitu 60 meter. Kapal tersebut nantinya akan ditempatkan di wilayah timur Indonesia.

"Untuk kegiatan patroli di wilayah timur Indonesia hingga Papua. Mengontrol praktik illegal fishing dan smuggling, dan tindakan kriminal lainnya," katanya.

Ia memastikan kapal tersebut dibuat di dalam negeri alias tidak impor. Diharapkan operasional kedua kapal ini akan membantu 114 unit yang ada dan telah dimiliki Ditjen Bea Cukai.

"Bukan untuk buser (buru sergap) tapi untuk jelajah," ujarnya.

Secara total, tahun ini DJBC membutuhkan tambahan sekitar 16 kapal. Di mana 2 kapal berukuran 60 meter sisanya kapal berukuran 100 meter, 38 meter, dan 28 meter. Total dana yang disiapkan sebesar Rp 1 triliun. Sampai 2013, Ditjen Bea Cukai memiliki sarana kapal patroli dengan total 114 unit.

Kapal patroli tersebut terdiri dari 3 unit Fast Patrol Boat (FPB) dengan panjang 38 meter, 4 unit FPB panjang 28 meter alumunium, 20 unit FPB panjang 28 meter kayu, 10 unit Very Speed Vessel (VSV), dan 87 unit Speedboat. (gir)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER