Jakarta, CNN Indonesia -- Pelemahan harga minyak dunia dalam beberapa waktu terakhir memberi katalis negatif pada kinerja produksi PT Pertamina (Persero). Melalui anak usahanya PT Pertamina EP, perusahaan minyak dan gas pelat merah itu dikabarkan telah menunda sejumlah rencana pengembangan termasuk pada lapangan Louise Nonny yang terletak di Wilayah Kerja Sanga-Sanga, Kalimantan Timur.
Padahal, di kuartal I tahun ini Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mencatat Louise Nonny diproyeksikan mampu memproduksi minyak sebesar 30 ribu barel per hari (bph) dengan jumlah produksi gas berkisar 15 juta kaki kubik per hari (MMSCFD).
“Target awalnya
onstream pada kuartal I. Tapi volumenya (produksi) saat ini tidak signifikan,” ujar Rudianto Rimbono, Kepala Humas SKK Migas saat dihubungi, Senin (4/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rudi mengungkapkan, tak optimalnya jumlah produksi Louise Nonny tak lepas dari tertundanya rencana pengembangan sumur tahap lanjut atau yang dikenal dengan
Plan of Further Development (POFD). Meski begitu, ia bilang Louise Nonny sendiri sempat memberi tambahan produksi terhadap kinerja Wilayah Kerja Sanga-Sanga.
Mengutip laman resmi Pertamina EP, Wilayah Kerja Sanga-Sanga telah memproduksi 7.700 bph hingga 2014 kemarin. Sementara dalam rencana kerja dan anggaran (
Work, Program, and Budget/WP&B) 2015, manajemen akan melaksanakan 10 POFD di lapangan tersebut.
Akan tetapi, menyusul anjloknya harga minyak dunia manajemen Pertamina EP pun mau tak mau harus menunda pengembangan hampir 100 sumur migas termasuk Louise Nonny tahun ini.
“Proyeknya ditunda dulu karena sedang mengamati performance sumur-sumurnya,” kata Rudi.
(gen)