Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah memastikan kebutuhan kredit pengusaha maupun nelayan yang bergerak di sektor pengolahan ikan dan perkapalan meningkat akibat diberlakukannya kebijakan moratorium kapal sejak 3 November 2014 lalu.
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menegaskan, peningkatan kebutuhan kredit tersebut merupakan salah satu dampak positif dari kebijakan pemberantasan penangkapan ikan ilegal dan moratorium yang dibuatnya.
Dikutip dari laman Kantor Wakil Presiden, Susi menilai dua kebijakan tersebut secara signifikan telah menambah jumlah ikan di hampir seluruh wilayah penangkapan ikan di perairan Indonesia. Oleh karena itu dibutuhkan tambahan armada kapal yang sesuai dengan ketentuan dan pengadaannya membutuhkan kredit dari perbankan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Kita harus dapat membangkitkan kembali armada nasional, sarana dan prasarana serta pengolahan terpadu perikanan,” ujar Susi saat mendampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) dalam
Kick Off Program Jaring Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) di Pantai Boddia Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan, Senin (11/5).
Susi menuturkan sebelum moratorium kapal berlaku, para nelayan kesulitan menangkap ikan tuna dan hanya bisa mendapatkan ikan tongkol saat melaut. “Biasanya mereka hanya bisa menangkap ikan tongkol kali ini bsia menangkap ikan tuna,” ujar Susi.
Bahkan Susi menjelaskan bahwa nelayan saat ini tidak perlu melaut terlalu jauh sebab dalam tiga jam kapal yang mereka gunakan sudah penuh. Demikian pula harga jual yang diperoleh nelayan sudah melonjak naik. “Beberapa perusahaan di Bitung mengalami peningkatkannnya,” ujar Susi.
Sementara JK menilai kemudahan pemberian kredit bagi pengusaha kecil dan nelayan di sektor perikanan merupakan bagian dari upaya pemerintah menghapus diskriminasi kredit.
“Selama ini pengusaha besar diberi bunga murah dan pengusaha kecil diberi bunga tinggi. Apabila bunga yang diberikan mahal, maka pengusaha kecil yang akan mensubisidi pengusaha besar. Padahal pada 1998 pengusaha kecil berjasa menjaga ekonomi bangsa dari krisis ekonomi, sementara pengusaha besar banyak yang kabur,” kata JK.
Mantan Ketua Umum Partai Golkar itu juga ingin perusahaan pembiayaan dan perbankan menghapus stigma nelayan sebagai profesi yang tidak layak diberi kredit karena rumahnya tidak bersertifikat dan kapal yang dimilikinya kecil.
Sementara Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D. Hadad menyebut selama ini pembiayaan di sektor kemaritiman dinilai sulit, karena kurang lengkapnya informasi yang diterima pengusaha kecil maupun nelayan maupun sebaliknya.
Muliaman menyebutkan jumlah kredit perbankan di sektor kemaritiman sebesar Rp 90,3 triliun atau hanya sebesar 2,5 persen dari total kredit perbankan nasional. “Sekitar Rp 18,3 Triliun untuk industri kelautan dan perikanan,” ucap Muliaman.
(gen)