Jakarta, CNN Indonesia -- Perusahaan minyak pelat merah PT Pertamina (Persero) membuat kesepakatan lindung nilai (
hedging) berjumlah US$ 2,5 miliar. Transaksi yang dilakukan dengan PT Bank Mandiri Tbk (Bank Mandiri), PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI), dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) itu dilakukan untuk mengamankan transaksi impor minyak yang masih dilakukan perseroan.
"Dengan tren penurunan (harga) minyak mentah dunia dan terbatasnya kapasitas kilang maka kami harus impor. Tingginya impor tentunya membutuhkan valuta asing terutama dolar Amerika Serikat yang nilainya besar," kata Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto di Gedung Bank Indonesia (BI), Jakarta, Rabu (13/5).
Dalam kesepakatan ini, Bank Mandiri memberikan fasilitas
hedging terbesar dengan nilai US$ 1 miliar. Sementara US$ 1,5 miliar sisanya dibagi rata antara BNI dan BRI, masing-masing sebesar US$ 750 juta.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dwi mengungkapkan, sepanjang 2014 nilai impor minyak dan gas (migas) yang dilakukan perusahaannya mencapai US$ 31 miliar, sedangkan nilai impor produk turunan mencapai US$ 25 miliar.
Selain untuk membayar minyak yang dibelinya dari luar negeri, Pertamina juga kerap menggunakan dolar untuk membiayai kegiatan operasional serta memenuhi belanja modal. Selain itu, Pertamina juga memiliki kewajiban utang luar negeri dan operasional dalam valuta asing.
“Sementara lebih dari 80 persen penerimaan kami diterima dalam rupiah. Akibatnya ada potensi
missmatch arus kas, yang coba dimitigasi risikonya dengan cara
hedging ini,” katanya.
Menurut Dwi, dilakukannya
hedging sejalan dengan satu dari lima prioritas strategis Pertamina tahun ini yaitu perbaikan struktur keuangan perusahaan.
Direktur Keuangan Pertamina Arief Budiman mengungkapkan sampai akhir kuartal I 2015 diperkirakan terdapat
missmatch pada kas Pertamina mencapai U$ 600 juta. Sedangkan hingga akhir tahun lalu, utang perseroan dalam mata uang dolar mencapai US$ 16 miliar.
Sebagai informasi, pemerintah telah mengatur kewajiban transaksi lindung nilai bagi BUMN dalam Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor PER-09/MBU/2013 tentang Kebijakan Umum Transaksi Lindung Nilai BUMN, Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 16/21/PBI/2014 dan Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) 16/24/DKEM tentang Penerapan Prinsip Kehati-hatian dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri Korporasi Non Bank, dimana Korporasi Non Bank harus memenuhi tiga pokok pengaturan, yaitu Rasio Lindung Nilai, Rasio Likuiditas dan Peringkat Utang.
(gen)