Jakarta, CNN Indonesia -- Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat setelah Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan atau BI Rate sebesar 7,50 persen. IHSG menguat tipis sebesar 0,6 persen ke level 5.269 setelah bergerak di antara 5.219-5.272 pada Selasa (19/5).
Sebanyak delapan sektor menguat, dipimpin oleh sektor agribisnis yang naik 2,62 persen dan sektor aneka industri yang naik 1,75 persen. Sementara itu sektor yang melemah adalah barang konsumsi sebesar 0,06 persen, dan pertambangan 0,22 persen.
“Ya memang keputusan BI tersebut sesuai dengan ekspektasi pasar. Namun sebenarnya pasar menginginkan lebih dari hal itu, atau berharap penurunan BI rate. Untungnya BI juga mensinyalkan adanya pelonggaran likuiditas,” ujar Kepala Riset PT Universal Broker Indonesia Satrio Utomo kepada
CNN Indonesia, Selasa (19/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, BI mengisyaratkan pelonggaran likuiditas setelah menyatakan bakal melonggarkan kebijakan makroprudensial melalui revisi ketentuan GWM-LDR, ketentuan LTV untuk Kredit Kepemilikan Rumah (KPR), serta ketentuan pembayaran uang muka (down payment) untuk Kredit Kendaraan Bermotor (KKB).
“Hal tersebut diharapkan mampu melonggarkan likuiditas pasar dan membuat kondisi pasar semakin membaik. Saya harap reaksi pasar akan positif melihat hal ini,” jelasnya.
Meski demikian, Satrio menyatakan dalam jangka menengah IHSG masih memiliki potensi untuk melemah. Pasalnya investor asing masih melakukan aksi jual bersih. Namun, untuk jangka pendek, Satrio menilai penguatan masih akan terjadi.
“Harga saham sudah naik sekitar dua mingguan. Tren jangka pendek masih naik tapi jangka menengah masih turun. Yang agak mengkhawatirkan terkait net sell (aksi jual bersih) investor asing,” ucapnya.
Satrio menyatakan, setelah penetapan BI rate tersebut, IHSG bakal terpengaruh sentimen bulan puasa atau Ramadan. Menurutnya, selama Ramadan, aktivitas perdagangan saham cenderung sepi. Hal itu membuat volume transaksi menurun.
“Biasanya tekanan jual sebelum puasa cukup tinggi, kemudian transaksi berangsur sepi,” jelasnya.
Terkait BI rate, Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Tirta Segara mengatakan, keputusan tersebut sejalan dengan stance kebijakan moneter yang cenderung ketat untuk menjaga agar inflasi berada dalam sasaran 4 kurang lebih 1 persen pada 2015 dan 2016, serta mengarahkan defisit transaksi berjalan ke tingkat yang lebih sehat dalam kisaran 2,5-3 persen terhadap PDB dalam jangka menengah.
“Bank Indonesia juga terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah tidak saja dalam mengendalikan inflasi dan defisit transaksi berjalan, tetapi juga dalam mempercepat stimulus fiskal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi,” jelasnya.
Untuk itu, lanjutnya, Bank Indonesia mendukung upaya Pemerintah untuk mempercepat realisasi proyek-proyek infrastruktur dan melanjutkan berbagai kebijakan struktural untuk menumbuhkan optimisme pelaku ekonomi terhadap perbaikan prospek ekonomi Indonesia.
“Pemulihan ekonomi global masih berjalan tidak seimbang dengan risiko di pasar keuangan global yang masih tinggi. Pertumbuhan ekonomi diperkirakan tidak secepat perkiraan semula seiring lebih rendahnya prakiraan pertumbuhan ekonomi AS dan Tiongkok,” katanya.
(gir/gir)