Jakarta, CNN Indonesia -- Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Pusat yang terletak di Gambir Jakarta Pusat hari ini didatangi oleh sejumlah perwakilan asosiasi kapal pengangkut ikan. Mereka membawa misi melobi Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti untuk memperbolehkan kembali kegiatan alih muatan (
transhipment) di tengah laut, khususnya untuk kapal lokal.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Tuna Long Line Indonesia (ATLI) Dwi Agus Siswa Putra mengaku para pengusaha tidak keberatan dengan larangan
transhipment yang diterapkan Susi. Namun dengan catatan kapal lokal yang melayani angkutan hasil tangkapan ikan ke dalam negeri dikecualikan dari aturan tersebut.
"Memang
transhipment itu dilarang di internasional. Kemarin kami sudah duduk bareng dengan KKP. Bagaimanapun juga kami butuh kapal angkut ini jalan. Kapal itu bisa mengefisiensikan pekerjaan penangkapan kami,” kata Dwi saat berdialog dengan Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Narmoko di Gedung Mina Bahari I, Jakarta, Kamis (4/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu Ketua Asosiasi Kapal Perikanan Nasional Sulawesi Utara Rudi Waluko mengatakan perusahaan perikanan di Bitung, Sulawesi Utara banyak yang sudah berstatus mati suri. Rudi menuturkan kini banyak Unit Pengelolaan Ikan (UPI) yang masih beroperasi tanpa ada pasokan ikan sebagai bahan baku. Akibatnya banyak perusahaan yang terancam gulung tikar.
Rudi menggambarkan sebelum ada larangan transhipment, UPI di Bitung bisa mendapat pasokan 800 ton ikan per bulan yang biasa diantarkan kapal pengangkut dari fishing ground. Namun kini jumlah pasokan ikan semakin menurun sejak Desember 2014 lalu.
"Dengan berkurangnya kapal angkut, sekarang tiap satu bulan dapat pasokan sekitar 300 ton. Berkurang jauh," kata Rudi.
Positif untuk NelayanUntuk mengisi kekurangan pasokan ikan yang ditinggalkan oleh kapal pengangkut ikan, Rudi mengaku selama beberapa bulan ini UPI mengandalkan pasokan dari nelayan kecil.
"Setelah di berlakukan moratorium agak bagus bagi nelayan kecil. Satu hari ada pasokan 400-500 ton. Kalau dulu sebelum moratorium karena banyak ikan yang diambil kapal eks asing besar nelayan kecil tidak berdaya," katanya.
Menanggapi permintaan perwakilan asosiasi, Narmoko mengaku pemerintah masih mempertimbangkan untuk menerbitkan petunjuk teknis aturan mengenai transhipment khusus kapal lokal.
Mengenai kemungkinan bisa tidaknya transhipment yang dilakukan kapal angkut lokal dengan tujuan pelabuhan muat dari fishing ground masih dalam pembahasan.
Narmoko mengatakan bila diperbolehkan nantinya, maka akan ada persyaratan yang cukup ketat seperti kapal angkut wajib berbendera Indonesia, wajib dipasangi CCTV, penunjukkan pelabuhan muat tertentu, hingga menggunakan tenaga observer.
"Ini akan kami pertimbangkan ke depan. Prinsipnya yang penting tidak mengorbankan nelayan kecil. Saat ini mereka sedang menikmati hasilnya," kata Narmoko.
(gen)