Jakarta, CNN Indonesia -- Riant Nugroho, Direktur Eksekutif Institute for Policy Reform (IPR) menilai pengampunan sanksi bagi pengemplang pajak (
tax amnesty) lazim diterapkan di banyak negara guna merepatriasi dana-dana terparkir di luar negeri. Amnesti pajak juga bukan kebijakan baru bagi Indonesia karena pernah diterapkan pemerintah pada 1984, tetapi tidak efektif karena tidak diminati para pengemplang pajak.
"Tujuan formalnya baik, untuk repatriasi dana. Karena banyak warga negara Indonesia (WNI) yang memarkir uangnya di luar negeri. Tujuan lainnya adalah untuk menambah
tax payer di Indonesia," jelas Riant.
Belakangan, lanjut Riant, gagasan amnesti terbaru yang diwacanakan Direktorat Jenderal Pajak dan DPR justru menuai pro dan kontra. Pasalnya, objek pengampunannya tidak hanya membebaskan sanksi pidana pajak, tetapi juga diperluas hingga sanksi pidana umum dan khusus (
special amnesty).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalangan DPR mendukung, tapi Bareskrim, KPK, dan PPATK pasti tidak mendukung karena mereka punya program memburu para koruptor," jelas Riant.
Sekalipun jadi diterapkan, Riant meragukan rencana amnesti ini akan berhasil karena kemungkinan besar para pengusaha dan pengemplang pajak yang menyimpan dananya di negara lain takut untuk memanfaatkan fasilitas ini.
"Seperti jebakan Bat Man. Mereka diberi kesempatan bawa uang ke Indonesia, tetapi begitu masuk diperiksa oleh Bareskrim, KPK dan PPATK," tuturnya.
Selain ketidakkompakan antar-instansi, Riant juga menyoroti ketidaksiapan sistem, infrastruktur dan aparat pajak dalam mengantisipasi masuknya dana-dana jumbo yang dibidiknya.
Agenda TersembunyiUpaya repatriasi dan meningkatkan penerimaan pajak, kata Riant, merupakan tujuan amnesti yang selama ini dibuka ke publik. Di balik itu,Pakar Kebijakan Publik Universitas Indonesia (UI) ini menduga ada agenda tersembunyi yang belum diungkap oleh para pengambil kebijakan.
"
Hidden agendanya antara lain karena pemerintahan Joko Widodo punya kepentingan untuk menyukseskan proyek-proyek dalam Nawa Cita. Masalahnya uangnya tidak cukup, jadi fokus bagaimana mendapatkan tambahan uang untuk proyek-proyek 2015," ujarnya.
Dengan demikian, lanjut Riant, wacana
tax amnesty akan menjadi program jangka pendek pemerintahan Jokowi untuk mencari tambahan penerimaan negara sebesar Rp 300 triliun.
"Tapi Indonesia tidak menyadari karena negara-negara
safe haven seperti Singapura, Cayman Island, dan Hong Kong pasti juga berusaha menjaga agar dana-dana tersebut tidak kabur. Bayangkan di Singapura saja diperkirakan Rp 4 ribu triliun," tutur Riant.
Agenda tersembunyi berikutnya, kata Riant, siasat institusi penegak hukum untuk menangkap para koruptor buron dibalik kebijakan itu.
"Saya perkirakan tidak akan efektif karena sebenarnya menakutkan bagi WNI yang taruh dananya di luar negeri. Seolah-olah seperti screen saver yang pemandangannya indah, begitu masuk digebukin," tuturnya.
(ags/ded)