Ekonomi Global Tak Menentu, BI Rate Diprediksi Tetap

Giras Pasopati | CNN Indonesia
Kamis, 18 Jun 2015 10:54 WIB
Pengamat menilai hingga saat ini kondisi ekonomi Indonesia sangat terpengaruh oleh situasi ekonomi global, salah satunya rencana penaikan suku bunga AS.
Ilustrasi Bank Indonesia. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pengamat ekonomi memperkirakan Bank Indonesia bakal mempertahankan tingkat suku bunga acuan (BI rate) di level 7,5 persen dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) kali ini. Pasalnya, pemerintah dinilai masih menimbang pelemahan rupiah dan rencana penaikan suku bunga Amerika Serikat oleh The Fed.

Analis PT Pemeringkat Efek Indonesia Guntur Tri Hariyanto mengatakan, dalam RDG yang akan dilakukan hari ini, BI kemungkinan masih akan mempertahankan tingkat suku bunga acuannya.

“BI akan mempertimbangkan dampak apabila BI rate diturunkan yang akan menyebabkan rupiah akan semakin melemah. Sementara di sisi lain Indonesia belum dapat memaksimalkan pelemahan Rupiah untuk mendorong ekspor,” ujarnya kepada CNN Indonesia, Kamis (18/6).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia menilai pelemahan rupiah akan berdampak buruk bagi kinerja emiten, terutama mereka yang mengandalkan bahan baku impor sehingga akan mendorong biaya produksi naik, sedangkan daya beli masyarakat juga sedang melemah.

“Di lain pihak, memasuki tengah tahun, kebutuhan rupiah akan meningkat untuk kepentingan pembayaran dividen dan utang,” ungkapnya.

Lebih lanjut, ia menilai hingga saat ini kondisi ekonomi Indonesia sangat terpengaruh oleh situasi ekonomi global. Paling tidak, jelasnya, ada empat hal besar yang sedang terjadi, yaitu akan berakhirnya rezim suku bunga rendah AS, Yunani yang berpotensi default, ekonomi Tiongkok yang terus melemah, dan turunnya perdagangan antar negara terutama di negara-negara berkembang.

“Dengan kondisi seperti ini, saya melihat BI akan cukup hati-hati untuk mempertimbangkan penurunan suku bunga, meskipun memang pertumbuhan ekonomi akan mengalami tekanan dengan kebijakan moneter yang ketat ini,” jelasnya.

Namun, lanjutnya, ia melihat BI juga terus berupaya untuk membantu pertumbuhan ekonomi dengan di antaranya akan melonggarkan kebijakan loan to value (LTV) untuk rumah dan motor. Selain itu adalah kebijakan insentif bagi bank-bank yang menyalurkan kredit ke sektor UMKM di atas rasio yang ditentukan oleh regulator dengan pengurangan GWM.

Antisipasi Pelaku Pasar

Guntur menilai, bagi pelaku pasar, keputusan ini sepertinya sudah akan diantisipasi. Pelaku pasar juga memahami bahwa saat Indonesia memang sedang dalam kondisi sulit. Tekanan dari dinamika ekonomi global dinilai sangat besar.

“Namun memang dalam beberapa tahun terakhir, paling tidak AS mulai mengumumkan kebijakan tapering off. Indonesia kurang sekali dalam mempersiapkan diri untuk kenaikan suku bunga AS,” ujarnya.

Terkait kebijakan makroekonomi, menurutnya kinerja pemerintah saat ini sudah cukup baik dan banyak dihargai oleh berbagai lembaga internasional, terutama dari sisi pengurangan atau pencabutan subsidi BBM.

“Tetapi kemudian pemerintah sepertinya mengalami permasalahan dalam menjalankan program-programnya. Terutama yang terkait dengan reformasi struktural. Di sisi lain ekonomi terus melemah sedangkan anggaran pemerintah lambat dalam realisasi,” jelasnya.

Menanggapi hal itu, ia berharap akan ada perubahan pada semester II, terutama didorong dengan membaiknya realisasi belanja pemerintah, serta meningkatnya belanja modal terutama yang berhubungan dengan implementasi pembangunan berbagai proyek infrastruktur.

“Beberapa proyek infrastruktur yang sudah selesai dan dioperasikan di tahun ini, seperti tol Cipali, diharapkan bisa memberikan dampak pada pergerakan ekonomi Indonesia,” kata Guntur. (gir/gir)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER