Jakarta, CNN Indonesia -- Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 1996 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia dinilai tidak efektif membendung keinginan para ekspatriat untuk memiliki aset di tanah air.
Selain gemar menyewa apartemen atau rumah selama masa kunjungannya di Indonesia, para warga asing yang memiliki izin tinggal lebih lama kerap membeli aset atas nama tangan ketiga.
“Informasi yang sering saya dengar, selain menyewa, warga negara asing itu ada juga yang membeli properti tetapi pakai nama orang Indonesia. Kalau dilarang malah tidak benar jadinya,” ujar Eddy ketika dihubungi CNN Indonesia, Selasa (23/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perilaku seperti itu menurut Eddy justru akan merugikan pemerintah dalam menertibkan pembayaran pajak di sektor properti. Pasalnya, Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro pernah menuturkan banyaknya transaksi jual beli hunian mewah atau apartemen yang mengakibatkan peralihan kepemilikan, telah mempersulit pemerintah dalam mengutip pajak hunian tersebut. Padahal potensi pajak dari transaksi itu terbilang besar, namun tidak pernah masuk ke kantong negara.
"Pajaknya tidak pernah masuk. Banyak pajak yang harusnya dikumpulkan, jadi tidak terkumpul karena tidak ada informasi atau datanya," ujar Bambang, Maret 2015 lalu.
Bambang menjelaskan, berdasarkan ketentuan, peralihan hak milik dan sewa atas suatu properti seharusnya dikenakan pajak. Penjual properti, misalnya, dikenakan Pajak Penghasilan, sementara pihak yang menyewakan properti dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
“Jual apartemen ke orang lain itu kena PPh 5 persen dari nilai jualnya, menyewakan juga ada pajaknya, PPN. Jadi intinya banyak pajak yang seharusnya di-
collect, ini tidak di-
collect karena informasinya enggak ada,” katanya.
Positif NegatifSementara Direktur Utama Crown Group Iwan Sunito menilai rencana pemerintahan Jokowi mengizinkan warga asing memiliki hunian di Indonesia tak hanya dapat menggairahkan bisnis properti tetapi juga akan menarik modal asing masuk ke dalam negeri.
“Uang yang masuk ke dalam kan lebih baik daripada uang yang masuk ke luar. Ini juga membuat orang asing mulai mengenal negara Indonesia dan juga menambah suplai properti karena makin banyak orang yang mampu beli maka makin banyak yang akan bangun,” tutur Iwan kepada CNNIndonesia.
Namun, Iwan mengingatkan implikasi negatif yang mungkin timbul dari kebijakan tersebut, yakni melonjaknya harga hunian di Indonesia. Pasalnya, dengan daya beli orang asing yang lebih tinggi akan meningkatkan permintaan properti di dalam negeri.
Hal ini, lanjut Iwan, sekaligus menjadi peringatan bagi pengembang properti lokal untuk belajar dari pasar global. Karenanya, pengaturan harus tetap dilakukan pemerintah agar tidak memberatkan ekonomi masyarakat lokal yang akan menanggung tingginya harga properti.
“Saya pikir harus ada batasan juga, asing juga nggak bisa beli untuk harga yang murah jadi harus ada harga tertentu sehingga rakyat bawah tidak terpengaruh dan juga mungkin menurut saya ada batasan lain misalnya satu gedung tidak boleh dibeli lebih dari 50 persen oleh orang asing,” ujarnya.
Lebih lanjut, Iwan menyebutkan, dibandingkan dengan Indonesia, pemerintah Australia tidak membatasi kepemilikan properti oleh pihak asing. “Tetapi harus minta izin, jadi dengan minta izin ini kita bisa memonitor kepemilikan asing ini di suatu negara,” ujarnya.
(gen)