Jakarta, CNN Indonesia -- Rencana pemerintah mengizinkan warga negara asing (WNA) memiliki properti di Indonesia diyakini bakal menggairahkan industri yang sedang lesu. Namun, analis PT Mandiri Sekuritas Liliana S. Bambang memiliki pandangan yang berbeda.
Liliana mengaku warga asing pasti bakal menanti kejelasan status kepemilikan properti yang akan diizinkan oleh pemerintah nanti. Ia menilai sentimen terhadap rencana kebijakan itu akan positif jika orang asing diperbolehkan membeli tempat tinggal dengan status kepemilikan yang sama dengan warga negara Indonesia (WNI).
“Jika status kepemilikan berbeda, ada risiko bahwa hal itu tidak akan menjadi
bankable," ujar Liliana dikutip dari riset, Rabu (24/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, Liliana menilai jika pemerintah membedakan status kepemilikan properti tersebut maka hal itu akan menimbulkan risiko aset tersebut nantinya tidak dapat dijual kepada WNI.
Akibatnya, untuk dapat memanfaatkan kebijakan tersebut maka pengembang properti harus membangun sebuah menara apartemen yang berbeda untuk orang asing dengan yang diperuntukkan bagi orang lokal. Hal itu justru akan meningkatkan risiko persediaan yang tidak terjual menjadi tinggi, yang membuat para pengembang meredam minat untuk menjual produknya kepada ekspatriat.
“Pada saat ini, kami tidak melihat dampak langsung terhadap penjualan pemasaran jika kepemilikan asing diperbolehkan, karena terdapat anekdot bahwa pemerintah akan lebih ketat dalam mengeluarkan kartu izin tinggal terbatas/tetap (KITAS) untuk orang asing,” jelasnya.
Sebelumnya Direktur Utama Crown Group Iwan Sunito mengkhawatirkan sekaligus memuji rencana Presiden Joko Widodo (Jokowi) tersebut bak dua sisi mata uang. Dari sisi positif, Iwan yang perusahaan propertinya memiliki banyak portofolio di Australia melihat kebijakan itu bisa mengundang dana masuk ke dalam negeri.
“Uang yang masuk ke dalam kan lebih baik daripada uang yang masuk ke luar. Ini juga membuat orang asing mulai mengenal negara Indonesia dan juga menambah suplai properti karena makin banyak orang yang mampu beli maka makin banyak yang akan bangun,” tutur Iwan kepada CNNIndonesia.
Namun, Iwan mengingatkan implikasi negatif yang mungkin timbul dari kebijakan tersebut, yakni melonjaknya harga hunian di Indonesia. Pasalnya, dengan daya beli orang asing yang lebih tinggi akan meningkatkan permintaan properti di dalam negeri.
Hal ini, lanjut Iwan, sekaligus menjadi peringatan bagi pengembang properti lokal untuk belajar dari pasar global. Karenanya, pengaturan harus tetap dilakukan pemerintah agar tidak memberatkan ekonomi masyarakat lokal yang akan menanggung tingginya harga properti.
“Saya pikir harus ada batasan juga, asing juga nggak bisa beli untuk harga yang murah jadi harus ada harga tertentu sehingga rakyat bawah tidak terpengaruh dan juga mungkin menurut saya ada batasan lain misalnya satu gedung tidak boleh dibeli lebih dari 50 persen oleh orang asing,” ujarnya.
(gen)