Jakarta, CNN Indonesia -- Ikatan Perusahaan Industri Kapal dan Lepas Pantai Indonesia (Iperindo) berharap bunga perbankan bagi pembiayaan industri galangan kapal bisa lebih rendah lagi agar bisa meningkatkan utilisasi terpasang yang saat ini masih kecil.
Iperindo beralasan wacana pemerintah untuk membebaskan bea masuk bagi komponen impor dan menghapus pajak pertambahan nilai belum dianggap maksimal untuk menggeliatkan industri galangan kapal tanah air.
Ketua Iperindo Eddy Kurniawan Logam mengatakan bunga pinjaman bagi industri saat ini mencapai 13 persen, dimana bunga itu merupakan salah satu yang tertinggi di Asia. Sedangkan negara-negara Asia lain seperti Tiongkok dan Jepang telah memberlakukan bunga rendah agar industri galangan kapal bisa kompetitif.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Kita tak akan bisa bersaing dengan industri galangan kapal dari negara lainnya. Memang pembebasan bea masuk dan PPN adalah upaya yang baik, namun kami juga butuh bantuan dari pihak lain agar investasi kapal bisa berkembang," ujar Eddy saat ditemui di rumah dinas Menteri Perindustrian, Senin malam (29/6).
Seiring keinginan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) untuk meningkatkan investasi asing di dalam industri galangan kapal, Eddy juga berharap pembiayaan asing dengan bunga rendah bisa masuk ke Indonesia bersamaan dengan masuknya penanaman modal asing tersebut.
Ia menginginkan negara seperti Tiongkok, Jepang, dan Korea Selatan agar mau menyalurkan pembiayaan bunga rendah kepada investasi galangan kapal Indonesia.
"Negara-negara tersebut bunganya rendah, hanya sekitar satu persen. Kami menginginkan bunga rendah seperti itu karena industri ini padat modal dan kebutuhan kerjanya juga banyak. Memang kami mampu menghasilkan kapal dalam negeri, tapi bukan berarti kami tidak butuh campur tangan asing," jelasnya.
Usul 5 PersenLebih lanjut, Eddy juga berharap bunga pembiayaan bagi industri galangan kapal Indonesia setidaknya sebesar 5 persen seperti di Tiongkok. Ia juga menyarankan pemerintah untuk memberi subsidi demi mengompensasi selisih bunga perbankan yang berlaku dengan bunga yang dikehendaki asosiasi.
"Sebenarnya, bunga pembiayaan lima persen seperti Tiongkok itu sudah ideal. Inginnya sih bunga pembiayaan kita jadi lebih rendah dan ada dukungan seperti subsidi dari pemerintah. Kalau itu dilakukan, maka bunga jadi murah, impor kapal bisa berkurang, dan bisa menyelamatkan devisa negara juga," tutur Eddy.
Di dalam kesempatan yang sama, Menteri Perindustrian Saleh Husin mengatakan bahwa ia juga sudah mendengar keluhan tersebut dari para pengusaha. Dalam waktu dekat, rencananya Kementerian Perindustrian akan segera menghitung angka bunga perbankan yang tepat demi mengakomodasi kepentingan industri galangan kapal.
"Selain masalah insentif fiskal dan sewa lahan yang mahal, masalah bunga perbankan juga sudah kita bahas di Rapat Terbatas tentang industri galangan kapal. Ke depan, kami akan hitung formula yang tepat bagi pembiayaan industri galangan kapal, tapi saya masih belum tahu kapan bisa menentukan bunga yang pas tersebut," tutur Saleh.
Sebagai informasi, data Iperindo pada 2014 menunjukkan bahwa utilisasi industri galangan kapal Indonesia hanya sebesar 600 ribu kapal setiap tahunnya, padahal kapasitas produksi galangan kapal Indonesia bisa mencapai 1,2 juta kapal per tahun. Jika dikonversikan, maka Indonesia hanya menghasilkan kapal sebesar 200 hingga 300 dead weight ton (DWT) dari kapasitas 900 ribu DWT, atau hanya bisa menyumbang 0,3 persen dari total penyediaan kapal dunia.
Hingga 2019, data Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) memperkirakan kebutuhan kapal nasional sebanyak 46 unit untuk kelas 15 ribu DWT, 37 unit untuk kelas 40 ribu DWT, 26 unit kelas 208 TEUS, dan 500 unit kebutuhan kapal armada rakyat. Di samping itu, Indonesia sendiri memiliki 250 perusahaan galangan kapal dimana 43 persennya berlokasi di Batam, Kepulauan Riau dan sebanyak 39 persen berlokasi di pulau Jawa.