Pemerintah Perlu Perkuat Regulasi Pengembangan BBN

Gentur Putro Jati | CNN Indonesia
Kamis, 02 Jul 2015 15:36 WIB
Kejatuhan harga minyak bumi sampai di kisaran US$ 50 per barel membuat produsen biodiesel rugi, sebab saat ini harga CPO masih US$ 665 per ton.
Ilustrasi nozzle biodiesel. (REUTERS/Mike Blake)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pengembangan Bahan Bakar Nabati (BBN) membutuhkan regulasi yang jelas dari pemerintah. Tanpa adanya aturan dari hulu hingga hilir, justru dinilai akan menghambat pengembangan BBN itu sendiri.

Chairman Indonesia Institute for Clean Energy Luluk Sumiarso menegaskan pengembangan bio energi atau BBN seharusnya membutuhkan perencanaan jangka panjang dan tidak bisa dengan kebijakan parsial suatu instansi pemerintah tanpa diikuti aturan lainnya.

“Saya tidak yakin apakah sekarang ada stretegi atau tidak untuk itu. Tapi perlu dibuat strateginya karena menciptakan BBN. Kebijakan tanpa diimbangi peraturan akan menghambat,” kata Luluk di Jakarta, Kamis (2/7).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kebijakan secara menyeluruh hingga ke pemerintah daerah sangat diperlukan karena dukungan pemerintah daerah menurutnya sangat diperlukan terutama untuk memfasilitasi pemasaran bio diesel.

“Pengembangan bio energi ini terkesan mahal jika dibandingkan dengan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di Jakarta dan Pulau Jawa pada umumnya. Akan tetapi jika dibandingkan dengan harga BBM seperti misalnya di Papua tentunya tidak akan mahal,” kata Luluk.

Salah isu yang sangat teknis dan krusial adalah mengenai penetapan Harga Indeks Pasar (HIP) Biodiesel. Seperti apa pun kalkulasi ekonomi yang digunakan, pihak pembuat kebijakan teknis harus mengingat semangat dasar mengembangkan BBN adalah untuk mengurangi ketergantungan terhadap BBM impor.

Penetapan Harga Pertamina

Ketua Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) Derom Bangun menambahkan, pemerintah tidak boleh tinggal diam dalam penetapan harga yang dilakukan PT Pertamina (Persero) agar target penyerapan biodiesel di pasar domestik sebesar 3 juta kiloliter (kl) tahun ini bisa terpenuhi.

"Secara teoritis 10 persen mandatori itu harusnya 3 juta kl atau 2,8 juta ton CPO," ujarnya.

Saat ini, Derom menyebut produsen biodiesel merugi akibat Pertamina masih menggunakan Means of Platts Singapore (MOPS) alias harga minyak Singapura sebagai harga dasar biodiesel.

Kejatuhan harga minyak bumi sampai di kisaran US$ 50 per barel membuat produsen biodiesel rugi, sebab saat ini harga CPO masih US$ 665 per ton. Derom berhitung jika menggunakan patokan MOPS, Pertamina hanya membeli biodiesel dengan harga sekitar US$ 500 per ton.

Melihat situasi bisnis yang tak kondusif untuk biodiesel saat ini, Derom memprediksi penyerapan biodiesel di dalam negeri tahun ini bakal menurun. Meski perkiraan global memprediksi produksi biodiesel Indonesia tahun ini 3,2 juta ton, dirinya pesimistis dengan angka itu.

Dia memperhitungkan, total produksi biodiesel Indonesia tahun ini kemungkinan hanya 2 juta ton, menurun dari tahun lalu yang mencapai 2,9 juta ton. Dari 2 juta ton itu, hanya 1,1 juta-1,2 juta ton biodiesel saja yang diserap di dalam negeri, sisanya diekspor.

Ekspor biodiesel diperkirakannya juga menurun jauh karena harga minyak bumi yang makin murah hingga di bawah harga biodiesel. Selain itu, permintaan biodiesel berbahan baku CPO di Eropa juga turun karena mereka meningkatkan penggunaan minyak kedelai yang selisih harganya dengan CPO kini hanya USD 50 per ton.

"Taksiran saya hanya 2 juta ton tahun ini dan hanya 1,1 juta atau 1,2 juta ton tahun ini diserap di dalam negeri, ekspor hanya 0,8 juta ton," katanya.

Lamanya penetapan harga HIP biodiesel menunjukkan adanya kegamangan dari pemerintah. Sebagaimana diketahui, pemerintah tengah merencanakan penurunan HIP biodiesel dari US$ 188 + harga CPO menjadi US$ 125 + biaya CPO. Harga yang disebut awal merupakan biaya pemprosesan CPO menjadi fame, bahan baku untuk dicampurkan ke solar.

Derom menyebut penurunan HIP jangan lagi diikuti dengan penambahan biaya-biaya lain seperti ongkos transportasi. Sebaiknya hal itu menjadi beban dari pihak pengguna, dalam hal ini badan usaha penyalur BBM yang bertugas mencampur fame dengan solar.

Polemik soal HIP biodiesel hanyalah satu dari berbagai permasalahan teknis yang bisa menghambat semangat awal pemerintah untuk mulai membangun ketahanan energi nasional. Dalam hal ini perlu diwaspadai, pelaku usaha BBM impor tidak akan pernah diam karena akan terus melakukan berbagai cara agar BBN sulit berkembang sehingga kalah bersaing dengan BBM impor. (gen)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER