Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah dan Panitia Kerja (Panja) Komisi VII DPR akan membahas wacana revisi sejumlah regulasi di sektor pertambangan mineral dan batubara (minerba) dalam waktu dekat ini. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said menegaskan rencana ini didorong bukan untuk mengakomodir bisnis salah satu perusahaan tambang.
"Kalau dilihat dari Undang-Undang (Minerba), PP (Peraturan Pemerintah) dan Permen (Peraturan Menteri) banyak menunjukkan ketidakkonsistenan. Itu yang menjadi concern dari Panja (DPR)," kata Sudirman di Jakarta, Rabu (15/7).
Seperti yang diketahui, beberapa waktu lalu perusahaan tambang asal Amerika Serikat, PT Freeport Indonesia (PTFI) telah menyodorkan permohonan perpanjangan kegiatan pertambangan di wilayah Papua ke meja Presiden Joko Widodo Indonesia. Dengan dalil akan menanamkan invetasi mencapai US$ 18 miliar, Freeport meminta agar pemerintah menjamin keberlangsungan aktivitas menjelang habisnya tenor kontrak pada 2021 mendatang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam proses pembahasan itu pemerintah mulai memunculkan wacana perubahan terhadap status pertambangan Freeport dari pemegang Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Padahal dalam Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2014 diisyaratkan bahwa proposal perpanjangan baru bisa diajukan manajemen Freeport dua tahun menjelang habisnya kontrak.
"Mengenai minerba, saya kira Menteri ESDM dan pemerintah secara keseluruhan (instansi) tidak memiliki priority ke satu perusahaan. Semua akan di-threat sama," tegasnya.
Berangkat dari hal itu, ia pun memastikan perubahaan regulasi yang akan digodok dilakukan untuk kepentingan nasional. "Panja itu tidak (hanya) menyorot Freeport tapi keseluruhan. Sikap kami demikian. Makanya saya tidak buru-buru karena kita harus lihat secara keseluruhan dan apa kebutuhannya," ucapnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi VII DPR Satya Yudha menyatakan pemerintah harus segera mengeluarkan Perpu (Peraturan Pengganti Undang-Undang), atau bahkan merevisi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara lantaran dalam implementasi peraturannya terdapat ketidakkonsitenan dengan beleid turunan. Pun hal ini dilakukan untuk menyelesaikan problematika molornya program hilirisasi dan kewajiban pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral mentah (smelter) di Indonesia.
"Kami akan buat kajian hukum bahwa isu-isu perpanjangan izin pertambangan dan pembangunan smelter harusnya tidak melanggar Undang-Undang (aturan). Pemerintah akan menyalahi aturan kalau masih memberlakukan UU Minerba sebagai acuan pemberian izin tambang dan pelaksanaan hilirisasi,” kata Satya beberapa waktu lalu.
Berangkat dari hal tersebut, Satya meminta pemerintah segera melakukan koordinasi bersama DPR untuk membuat draf perubahan (revisi) terhadap UU Minerba.
"Kalau DPR tidak cukup waktu, pemerintah bisa menerbitkan Perppu (Peraturan Pemerintah Pengganti UU). Maka dari itu di beberapa kesempatan saya sering mendorong Perpu," tutur Satya.
(ags/gen)