Pefindo yakin Pelemahan Rupiah Tak Ganggu Bisnis KFC

CNN Indonesia
Rabu, 29 Jul 2015 13:05 WIB
Pelemahan rupiah disebut hanya memberikan imbas yang cukup besar bagi impor mesin produksi makanan yang dioperasikan Fast Food Indonesia.
Pengunjung restoran menikmati ayam KFC. (REUTERS/Soe Zeya Tun)
Jakarta, CNN Indonesia -- PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) menilai pelemahan rupiah tidak akan berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja PT Fast Food Indonesia Tbk selaku pemegang franchise restoran cepat saji asal Amerika Serikat, Kentucky Fried Chicken (KFC). Oleh karena itu, Pefindo tidak ragu mengganjar rating id-AA untuk Fast Food.

Analis Pefindo Mega Dwitya Nugroho mengatakan pelemahan rupiah kemungkinan hanya memberikan imbas yang cukup besar bagi impor mesin produksi makanan yang dioperasikan Fast Food.

“Imbas pelemahan rupiah mungkin lebih ke impor mesin, karena setiap membuka gerai baru memang perlu mendatangkan mesin dari luar negeri. Selain itu ada juga impor kentang goreng,” ujar Mega di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (29/7).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun, menurutnya secara umum hal itu tidak memberi imbas yang signifikan bagi kinerja Fast Food. Mega menilai, perseroan juga berencana menaikkan harga jual guna menutupi hal tersebut.

“Kenaikan harga jual itu salah satu opsi terakhir manajemen. Mereka menyadari bahwa kompetisi saat ini sedang intens,” jelasnya.

Lebih lanjut, Mega mengungkapkan Pefindo menyematkan rating id-AA untuk peringkat Fast Food dan obligasi perseroan pada 2011 dengan outlook stabil. Periode pemeringkatan tersebut ditetapkan mulai 3 Juli 2015 hingga 1 Juli 2016.

“Faktor-faktor pendukung peringkat yang pertama adalah posisi pasar Fast Food yang kuat di segmen restoran cepat saji berbahan dasar ayam di Indonesia,” kata Mega.

Kedua, lanjutnya, adalah karena lokasi outlet yang terdiversifikasi dengan baik secara geografis. Kemudian yang ketiga adalah profil keuangan yang sangat kuat, salah satunya adalah posisi utang perseroan yang baik tanpa ada penaikan yang signifikan.

“Sementara faktor-faktor yang membatasi peringkat adalah salah satunya karena persaingan yang ketat di industri restoran,” katanya.

Peringkat Bisa Turun

Menurutnya peringkat dapat diturunkan jika terdapat penurunan pendapatan perusahaan yang sangat signifikan dibandingkan dengan target, revisi yang bersifat negatif atas perjanjian waralaba dan pelemahan struktur permodalan secara drastis.

“Peringkat juga bisa tertekan jika marjin laba sebelum bunga, pajak dan amortisasi (EBITDA) terus turun, yang kemudian dapat memperlemah proteksi arus kas,” jelasnya.

Di sisi lain, Mega menilai peringkat dapat ditingkatkan jika terjadi kenaikan pendapatan dan perbaikan laba operasi yang signifikan dan berkelanjutan dengan kebijakan keuangan yang tetap konservatif.

Sebelumnya, Sekretaris Perusahaan Fast Food Indonesia J. Dalimin Juwono menyatakan bakal menaikkan harga jual karena pelemahan rupiah dan juga adanya inflasi. Meski begitu, dia menyatakan masih terus melihat kondisi daya beli masyarakat.

“Mungkin harga jual akan kami naikkan sekitar 3-5 persen. Kita lihat terus daya beli masyarakat terkait hal ini,” ungkapnya usai Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) belum lama ini.

Dari sisi kinerja, seperti diketahui, emiten berkode saham FAST tersebut membukukan laba bersih pada 2014 sebesar Rp 152,05 miliar. Laba bersih tersebut turun sebesar 2,71 persen dibandingkan dengan raupan 2013 senilai Rp 156,29 miliar.

Padahal, penjualan perseroan mengalami kenaikan dari Rp 3,96 triliun pada 2013 menjadi Rp 4,21 triliun di 2014. Penjualan makanan dan minuman masih memberikan konstribusi terbesar di tahun 2014 dan 2013 masing sebesar Rp 4,14 triliun dan Rp 3,84 triliun. Sementara itu pendapatan lainnya sebesar Rp 71,96 miliar pada 2014 dan mencapai Rp 123,30 miliar di tahun sebelumnya.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER