Jakarta, CNN Indonesia -- Direktur Utama PT Garuda Indonesia Tbk Arif Wibowo menilai kinerja baik yang berhasil dicapai maskapainya pada semester I 2015 akan berlanjut di paruh kedua tahun ini. Satu-satunya hal yang menakutkan bagi Garuda menurut Arif adalah jika rupiah terus menerus loyo di hadapan dolar Amerika Serikat (AS).
"Yang kami waspadai di semester II adalah bagaimana pergerakan nilai tukar rupiah karena penerimaan kami sudah menggunakan nilai rupiah juga
instead of dolar," tutur Arif di Jakarta, Rabu (29/7).
Seperti diketahui per 1 Juni 2015 Bank Indonesia (BI) telah mewajibkan seluruh transaksi di tanah air untuk menggunakan rupiah. Sebelum aturan itu berlaku, sekitar 70 persen penerimaan Garuda dalam mata uang rupiah dan 30 persennya dalam mata uang asing.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Arif, depresiasi rupiah telah membuat yield per penumpang Garuda pada semester I 2015 turun 12,1 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya menjadi US$ 7,9 sen dari sebelumnya US$ 9 sen.
"Harga rata-rata kami kan turun tetapi kami harus antisipasi bagaimana meningkatkan pendapatan. Ini yang jauh lebih penting," kata Arif.
Mantan bos PT Citilink Indonesia itu menyadari, Garuda tidak bisa terlalu berharap pada kondisi eksternal dalam hal ini ekonomi yang sedang melemah. Oleh karenanya, Garuda melakukan restrukturisasi internal dan efisiensi biaya.
"Tahun ini target efisiensi di luar
fuel adalah US$ 198 juta hingga saat ini sudah mencapai 44 persen dari target efisiensi," kata Arif.
Menurutnya setiap 100 poin penguatan nilai tukar tupiah terhadap dolar AS akan berpengaruh positif pada keuangan operasional Garuda sebesar US$ 12 juta dolar per tahun. Sedangkan setiap US$ 1 sen penurunan harga bahan bakar akan berpengaruh positif pada keuangan Garuda sebesar US$ 17 juta per tahun.
Antisipasi LanjutanDirektur Keuangan Garuda Indonesia I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra menyebutkan guna mengantisipasi efek dari melemahnya niai tukar rupiah terhadap dolar AS, Garuda telah melakukan kerjasama lindung nilai melaui transaksi
Cross Currency Swap dengan beberapa bank, atas obligasi rupiah ke mata uang dolar AS senilai total Rp 2 triliun.
"Pada waktu budget dibuat tahun lalu, kami set nilai tukar rupiah per dolar Rp 13 ribu karena kami melihat ada potensi ke Rp 13.500. Tapi kami konservatif untuk
fuel yaitu US$ 77,7 sen per liter," tutur pria yang kerap disapa Ari.
Untuk bahan bakar, lanjut Ari, Garuda menganggarkan lindung nilai 50 persen dari total kebutuhan avtur 1,8 miliar liter per tahun dengan kisaran lindung nilai terendah US$ 43 sen per liter hingga US$ 46,6 sen per liter.
"Untuk saat ini, 27 persen (dari total kebutuhan bahan bakar) sudah di-
hedge," ujarnya.
Paruh pertama tahun ini, pendapatan usaha Garuda naik sebesar 4,7 persen dibandingkan periode sama tahun lalu dari US$ 1,75 miliar menjadi US$ 1,84 miliar. Setelah dipotong biaya operasional, pajak, dan lain sebagainya, maskapai pelat merah itu masih mengantongi laba bersih sebesar US$ 29,29 juta. Capaian tersebut memperbaiki kinerja buruk perseroan pada periode sama tahun lalu yang merugi US$ 201,3 juta.