Jakarta, CNN Indonesia -- Bank pelat merah PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) mencatat penurunan laba bersih sebesar 50,8 persen pada paruh pertama tahun ini menyusul meningkatnya alokasi Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) sebesar 172,2 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Sepanjang semester I tahun ini, BNI mencatat adanya kenaikan kredit macet atau non performing loan (NPL) sebesar 3 persen.
Direktur Utama BNI Achmad Baiquni mengatakan bahwa NPL yang tinggi ini merupakan indikasi dari adanya debitur yang tidak bisa menyelesaikan pembayaran utangnya. Maka dari itu, penambahan CKPN dianggap sebagai pilihan yang terbaik bagi perusahan di tengah ketidakpastian situasi ekonomi saat ini.
"Kami tambah CKPN karena melihat angka NPL yang tinggi di semester I tahun ini. Melihat ada kemungkinan beberapa debitur mengalami kesulitan, maka lebih baik bagi kami untuk menambah
provisioning, padahal kinerja kita terbilang membaik di semester I tahun ini," jelas Achmad di Jakarta, Kamis (30/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Achmad bahkan menegaskan bahwa sebenarnya pendapatan bunga bersih (
Net Interest Margin) perusahaan pada semester I tahun ini meningkat 14 persen dari angka Rp 10,75 triliun di semester I tahun lalu ke angka Rp 12,26 triliun pada semester I tahun ini. Selain itu, pendapatan selain bunga juga meningkat 2 persen dari angka Rp 4,2 triliun di semester I tahun lalu ke angka Rp 4,89 triliun.
"Padahal kalau kami tidak alokasikan
provisioning, laba kami meningkat 9,1 persen dibanding tahun lalu dari angka Rp 8,33 triliun ke angka Rp 9,06 triliun," katanya.
Sampai 150 PersenRencananya, perusahaan akan menambah CKPN dari angka 138,8 persen dari NPL ke angka 150 persen dari NPL pada akhir tahun mendatang sebagai langkah antisipasi. Namun diakui Achmad, hal tersebut tidak akan dilakukan oleh perusahaan secara tergesa-gesa.
"Memang nanti hingga akhir tahun kami akan menambah alokasi CKPN karena kami melihat ada ketidakpastian ekonomi yang membuat beberapa segmen pembiayaan kini tidak mampu mengembalikan pinjamannya. Mungkin bisa di angka 150 persen, tapi sebisa mungkin akan kami jaga di level 138,8 persen," jelasnya.
Segmen yang sedang lesu tersebut diakui Achmad berada di segmen pembiayaan usaha menengah dan kecil, sedangkan pembiayaan korporasi masih terbilang rendah. Hal tersebut terlihat dari NPL segmen usaha kecil yang meningkat dari angka 5,2 persen di semester I tahun lalu ke 6,8 persen di tahun ini dan berkontribusi besar terhadap total NPL perusahaan.
"Nantinya dengan provision ini, NPL pun juga diharapkan bisa menurun dari angka 3 persen di semester I tahun ini ke angka 2,7 persen di akhir tahun," kata Achmad.
Sebagai informasi, pada semester I tahun ini perusahaan mencadangkan kenaikan CKPN sebesar 172,2 persen dari angka Rp 2,2 triliun ke angka Rp 5,99 triliun. Hal tersebut menyebabkan laba bersih BNI tergerus 50,8 persen dari angka Rp 4,93 triliun pada tahun lalu ke angka Rp 2,43 triliun di tahun ini.