Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro mengklaim langkah pemerintah melakukan pembelian kembali (
buyback) sebagian surat utang negara berhasil menstabilkan pasar obligasi. Indikatornya, kata Bambang, bisa dilihat dari volatilitas pasar yang berkurang serta tingkat imbal hasil (
yield) yang turun.
"Dari
market volatility dan tingkat bunganya sudah lebih stabil," ujar Bambang di Istana Kepresidenan, Rabu (26/8).
Sayangnya, Menkeu tidak bisa mengungkapkan berapa besar penurunan yield obligasi dan indikator stabilisasi pasar yang disebutkannya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Bambang,
buyback obligasi akan dilakukan pemerintah jika dibutuhkan tanpa diinformasikan terlebih dahulu ke publik. Selain
buyback yang sifatnya reguler dan menggunakan APBN, pemerintah juga sudah menyiapkan punya instrumen
buyback siaga di bawah kerangka Bond Stabilization Framework (BSF).
"Kalau belum kondisi berat ya tidak usah pakai BSF," katanya.
Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) mengungkapkan sejak Senin (24/8) hingga Selasa (25/8) terjadi aksi lepas kepemilikan obligasi negara oleh investor asing, dengan jumlah modal yang kabur mencapai Rp 4 triliun. Dalam rangka stabilisasi pasar uang, BI mengaku telah menggelontorkan dana hingga Rp 3 triliun untuk menyerap surat berharga negara (SBN) yang dilepas asing.
Semenetara itu, Direktur Jenderal Pembiayaan Pengelolaan Risiko, Robert Pakpahan menyebut pemerintah telah menyediakan dana sebesar Rp 3 triliun untuk buyback obligasi negara dari investor.
Dari pagu tersebut, pemerintah telah menggunakan Rp 500 miliar untuk membeli kembali surat berharga negara (SBN) untuk seri seri FR0048 dan FR0036.
Menurut Robert, dari total utang pemerintah sebesar Rp 2.850 triliun, 54 persen atau sekitar Rp 1.539 triliun merupakan utang rupiah. Sisanya terbagi ke dalam beberapa denominasi, yakni dolar AS sebesar 28 persen atau sekitar Rp 722 triliun, Yen sebesar 9 persen atau sekitar 256 triliun, dan Euro 3 persen 85,5 triliun.
"Berarti yang (utang dolar AS) 28 persen itu ada (risiko), bisa naik lah," tuturnya di Jakarta, Senin (24/8).