Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan pemerintah akan membuka keran impor sapi indukan demi menambah populasi sapi potong domestik yang kini angkanya mengalami penurunan. Berapa banyak kuota impor yang akan diterbitkan, akan diputuskan pekan depan.
"Kelihatannya kita bukan hanya memerlukan impor sapi bakalan (sapi usia muda) namun juga impor sapi indukan karena kini populasi sapi sedang menurun. Akibat hal itu, maka tidak heran harga sapi kini naik," terang Darmin di kantornya, Kamis malam (27/8).
Dengan upaya ini, ia berharap populasi sapi dalam negeri bisa kembali ke angka seperti angka Sensus Pertanian pada 2012, di mana pada saat itu Indonesia memiliki 14,17 juta ekor sapi potong.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk kembali memenuhi angka tersebut, Darmin berhitung dibutuhkan empat hingga lima tahun jangka waktu impor sapi indukan. Ia tidak menyebut asal impor sapi yang dimaksud, tapi ia mengatakan bahwa pelaksanaan impor harus dilakukan sesegera mungkin demi mencegah depopulasi yang semakin parah.
Sebagai informasi, Sensus Pertanian Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat adanya penurunan populasi sapi potong sejak 2011. Pada tahun itu, jumlah sapi potong mencapai 16,73 juta ekor dan menyusut 15,3 persen menjadi 14,17 juta ekor pada 2012.
Pada tahun 2013, angka tersebut menurun kembali menjadi 12,32 juta ekor atau anjlok lagi sebesar 13,05 persen. Darmin menduga bahwa depopulasi ini terjadi akibat semakin banyaknya induk sapi yang dipotong demi memenuhi kebutuhan sapi dalam negeri.
"Prinsip peningkatan populasi sapi potong ini adalah induknya, yang penting induknya ada. Untuk jumlah angka yang diekspor, nanti kami akan beritahukan Minggu depan setelah rapat teknis terkait kalibrasi data daging bersama instansi lain rampung dilaksanakan," tutur Darmin.
Akurasi DataMendukung pernyataan Darmin, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suryamin mengatakan bahwa kalibrasi data (penyamaan standar ukur data) sapi potong antara Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, dan juga BPS diperlukan untuk memastikan angka suplai yang tepat guna memenuhi kebutuhan daging sapi yang diperlukan masyarakat saat ini. Jika kalibrasi data sudah dilakukan, maka angka impor sapi indukan bisa diketahui secepatnya.
"Kalibrasi data ini harus hati-hati, karena Pak Menko sangat teliti dalam melihat berbagai aspek kebutuhan saat ini. Kita perlu impor atau tidak, berapa jumlahnya, kapannya, itu benar-benar dari hasil perhitungan," tambahnya.
Ia juga mengatakan bahwa kalibrasi data ini sangat diperlukan mengingat instansi-instansi tersebut memiliki data kebutuhan daging sapi masing-masing, sehingga menyebabkan penentuan kebijakan terkait suplai sapi tidak memiliki basis data yang jelas.
Sebagai gambaran, data Kementerian Pertanian mencatat bahwa konsumsi sapi potong 2014 mencapai 561,63 ribu ton, dimana sapi lokal berkontribusi 507,06 ribu ton dan impor sebesar 54,57 ribu ton. Sedangkan data BPS menyebutkan bahwa konsumsi daging domestik mencapai angka 590 ribu ton, yang artinya terdapat selisih angka sebesar 82,94 ribu ton daging sapi diantara kedua data itu.
"Dengan dilakukannya kalibrasi data ini, semoga bisa ditemukan angka impor sapi yang dalam jangka pendek bisa menekan inflasi yang dihasilkan dari permintaan (
demand pull inflation). Selain itu, data ini nantinya juga bisa digunakan sebagai instrumen pengaturan suplai daging sapi per periodenya demi menjaga stabilitas harga daging sapi," tambah Suryamin.
(gen)