Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Joko Widodo (Jokowi), setelah mempertimbangkan masukan dari para ekonom, menegaskan Indonesia belum mengalami krisis sehingga belum perlu menggunakan instrumen-instrumen keuangan darurat yang sifatnya bantuan internasional.
"Jadi tadi kita (Jokowi dan ekonom) sepakat, kita belum perlu menggunakan instrumen-instrumen yang saat ini sifatnya darurat," ujar Hendri Saparini, Ekonom Econit Advisory Group di Istana Kepresidenan, Senin (31/8).
Menurut Hendri, perekonomian Indonesia saat ini belum pada kondisi yang terburuk karena masih bisa tumbuh di tengah gejolak kurs. Karenanya, sejumlah instrumen mitigasi berupa pinjaman bilateral dan multilateral dinilai presiden belum perlu untuk digunakan pada saat ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Presiden menyampaikan masih banyak cara yang bisa kita lakukan. Sektor usaha kita gerakkan dalam kondisi perlambatan ini, ada insentif-insentif yang bisa diberikan secara fokus dan itu akan bisa mendorong ekonomi kita," jelas Hendri.
Soal konsensus nasional, Komisaris Utama PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk ini menjelaskan presiden berharap seluruh pemangku kepentingan bersama-sama saling mendukung guna membalikkan kondisi ekonomi menjadi lebih baik.
"Tapi kita sadari, beberapa tahun terakhir sejak 2011, ekonomi melambat dan kita tidak mau ekonomi terus terjerembab," tuturnya.
Hendri berharap eksekusi belanja negara bisa menjadi stimulus ekonomi mengingat penyerapan anggarannya sejauh ini masih sangat rendah. Dia menyarankan agar alokasi anggaran belanja negara diarahkan untuk mendanai program-program yang sifatnya potong kompas (
crash program) guna menciptakan peluang pasar dan menggerakan ekonomi dalam negeri.
Dari sisi industri, Hendri menekankan pentingnya dorongan fiskal berupa pemberian insentif keringanan pajak untuk meringankan ongkos produksi dan biaya logistik. Sementara untuk menekan biaya energi, pemerintah jug apunya kewenangan untuk memainkan harga jualnya.
"Kalau itu semua dimainkan, maka akan ada ruang yang bisa diambil pemerintah, baik dari sisi fiskal maupun nanti BI kami berharap akan ada insentif moneter," tuturnya.
(ags)