Asosiasi Batu Bara Dunia Yakin Industri akan Pulih Segera

Deddy S | CNN Indonesia
Kamis, 17 Sep 2015 15:12 WIB
Rendahnya harga batu bara membuat produksi dan ekspor batu bara Indonesia menurun. Tapi tak lama lagi situasi diprediksi membaik. Bagaimana caranya?
Ilustrasi (Thinkstock/TomasSereda)
Jakarta, CNN Indonesia -- Rendahnya harga batu bara membuat produksi dan ekspor batu bara Indonesia menurun. Sejumlah produsen batu bara di Indonesia juga dikabarkan bangkrut. Tapi Asosiasi Batu Bara Sedunia (World Coal Association) justru optimistis bahwa harga akan membaik dan industri batu bara akan pulih kembali. "Kami yakin akan ada kenaikan permintaan dari sejumlah negara," kata Benjamin Sporton, Chief Executive World Coal Association (WCS), kepada CNN Indonesia, di Jakarta, Rabu (16/9).

Menurut Sporton, sejumlah data amat menjanjikan. Dia mengutip data International Energy Agency yang menyatakan permintaan batu bara di seluruh dunia akan naik 4,8 persen Year on Year pada 2023-2025. Sementara elektrifikasi dari batu bara akan naik 45 persen sampai 2040.

Sebagai contoh, Sporton mengutip proyek 35 ribu Megawatt yang dicanangkan pemerintah Presiden Joko Widodo. Menurut dia, proyek besar itu setidaknya akan membutuhkan 200 juta ton baru bara sehingga industri batu bara Indonesia akan lebih fokus pada suplai domestik.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Karena Indonesia punya pertambangan berkualitas bagus, batu bara yang berkualitas bagus, dan punya pembangkit yang punya akses mudah ke batu bara, Anda punya sumber daya domestik yang kuat," ujarnya lagi.

Rendahnya harga batu bara di pasar, menurut Sporton, lebih dipengaruhi oleh situasi perlambatan perekonomian dan penurunan harga komoditas, yang dialami banyak negara, khususnya negara-negara pengkonsumsi batu bara terbesar di dunia, contohnya China. Di negeri Tirai Bambu terjadi perlambatan pertumbuhan permintaan karena negeri itu sedang memperluas sumber daya untuk elektrisifikasinya.

Mengenai munculnya kabar sejumlah asosiasi di beberapa negara, yang bermaksud melakukan mekanisme kartel untuk memperbaiki harga batu bara yang lemah, Sporton mengaku belum mendengar. Tapi dia bilang mekanisme kartel tak bagus karena pasar batu bara adalah pasar yang dinamis, tak seperti migas, karena ada banyak pemasok. "Saya kira itu bagus karena Anda bisa mendapatkan harga yang adil di pasar ketimbang ada yang mengontrol pasar," tuturnya. "Saya harap itu (kartel) tidak terjadi."

Isu Lingkungan

Adapun mengenai isu lingkungan yang selalu membekap pembangkit listrik berbasis batu bara, Sporton mengatakan harus diakui bahwa batu bara menyumbang 41 persen sumber energi untuk pembangkit listrik dan memberikan akses listrik kepada banyak orang dan menopang perekonomian.

Terkait dampak lingkungan, dia bilang sudah ada teknologi untuk pengolahan batu bara yang lebih bersih dan ramah lingkungan. Begitu juga teknologi pembangkit listrik yang efisien dan mampu mengurangi emisi karbon 35-40 persen. "Pada beberapa kasus malah bisa sampai 100 persen," tuturnya.

Dia berharap, industri batu bara di Indonesia juga bisa memakai teknologi semacam itu. "Apa yang bisa dilakukan komunitas internasional adalah membantu Indonesia dan negara berkembang lain untuk mengadopsi teknologi itu," ujar dia. "Sehingga kita bisa mendapatkan manfaat batu bara tanpa berbenturan dengan lingkungan."

Indonesia termasuk negara eksportir batu bara terbesar di dunia, bersanding dengan Australia, Amerika Serikat, Afrika Selatan, dan Kolombia. Tetapi rendahnya harga batu bara acuan (HBA), yang berada di angka US$ 59,19 per ton, dan rendahnya permintaan negara importir batu bara, membuat pemerintah mengkaji ulang target produksi yang dipatok 425 juta metrik ton untuk tahun ini.

Faktanya, sampai Agustus lalu, produksi baru bara mencapai 263 juta ton. Angka ini lebih rendah 15,4 persen dibandingkan produksi periode yang sama tahun lalu, yang mencapai 311 juta ton.

Besaran ekspor batu bara juga menurunn. Hingga akhir Agustus, ekspor batu bara mencapai 211 juta ton. Angka ini turun 18,2 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu, yang mencapai 258 juta ton. (ded/ded)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER