Kebutuhan Nasional Tak Pasti, Pengusaha Bauksit Ngotot Ekspor

CNN Indonesia
Rabu, 30 Sep 2015 07:08 WIB
Berdasarkan estimasi AP3BI, kebutuhan alumina domestik mencapai 24 juta ton per tahun sehingga membuka peluang ekspor 16 juta ton dari total produksi.
Berdasarkan estimasi AP3BI, kebutuhan alumina domestik mencapai 24 juta ton per tahun sehingga membuka peluang ekspor 16 juta ton dari total produksi. (Dok. Cita Mineral).
Jakarta, CNN Indonesia -- Pengusaha tambang bauksit berjanji akan meprioritaskan hasil produksi bagi kebutuhan dalam negeri apabila terdapat angka kebutuhan domestik, serta peta jalan industri alumina yang jelas.

Jika hal itu belum direncanakan dengan baik oleh pemerintah, maka pengusaha tetap ingin diberikan kembali izin ekspor agar perusahaan-perusahaan tambang bauksit tetap bisa beroperasi.

Ketua Asosiasi Pengusaha Bauksit dan Biji Indonesia (AP3BI) Erry Sofyan mengatakan sampai saat ini pemerintah belum memiliki kepastian angka kebutuhan alumina dalam negeri. Namun berdasarkan estimasi yang dihitung AP3BI, kebutuhan alumina domestik mencapai 24 juta ton per tahun.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dengan angka itu, sebenarnya pembangunan smelter alumina hanya cukup empat saja dengan kapasitas masing-masing 2 juta ton per tahun dengan total 8 juta ton per tahun. Dan untuk membuat alumina 8 juta ton per tahun, maka dibutuhkan bahan baku bauksit 24 juta ton per tahun," jelas Erry di Jakarta, Selasa (29/9).

Dengan angka tersebut, Erry mengatakan porsi pasar domestik nantinya akan mengambil 60 persen dari total produksi bauksit seluruh anggotanya yang mencapai 40 juta ton per tahun. Sehingga, nantinya masih ada ruang bagi pengusaha untuk bisa mengekspor sebanyak 16 juta ton per tahun.

Bantuan Pemerintah

Kendati demikian, Erry menilai bahwa langkah untuk memperkuat industri alumina sendiri masih lemah mengingat banyak sekali masalah penanaman modal di sektor ini. Ia menjelaskan, banyak investasi alumina berguguran karena minimnya fasilitas pemerintah.

"Dari asosiasi sendiri meng-endorse lima penanaman modal yang berpotensi bisa membangun pabrik alumina. Namun, kenyataannya adalah minimnya infrastruktur, bahkan malah investor yang harus membuat sendiri seperti power plant dan pelabuhan. Itu kan makan 30 persen dari biaya investasi," jelasnya.

"Jadi kalau dibilang pelarangan ekspor ampuh untuk meningkatkan industri smelter ya tidak akan terbangun," tambah Erry.

Secara lebih rinci, Erry mengatakan bahwa kelima penanaman modal itu dilakukan oleh Harita Group, PT Bintan Alumina Indonesia, PT Nusapati Alumina Refinery, dan juga PT Alakasa Industrindo. Namun akibat minimnya infrastruktur tersebut, maka hanya Harita Group saja yang berhasil membangun pabrik pengolahan alumina itu.

"Beberapa kali juga banyak investor asing yang melakukan feasibility study juga bilang kalau proyek alumina di Indonesia juga tidak feasible. Terakhir ada perusahaan asal China yang melakukan feasibility study selama satu tahun namun hasilnya juga sama, mereka bilang investasinya tidak feasible," terangnya.

Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa tak semua perusahaan tambang yang memiliki Izin Usaha Pertambangan bisa membangun sendiri pabrik pengolahan aluminanya. Ia menggambarkan, rata-rata investasi alumina memakan uang US$ 2 miliar sedangkan kapasitas permodalan IUP yang rata-rata sebesar US$ 40 juta hingga US$ 50 juta tak mampu menyediakan uang sebanyak itu.

"Makanya kami butuh investasi eksternal untuk membangun pabrik-pabrik alumina itu. Lagi, tak ada jaminan pemerintah kalau investasi-investasi asing itu bisa punya kepastian di sini. Makanya investasi perlu diberi jaminan, entah itu tax holiday atau kepastian bebas Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di kawasan berikat. Jika tidak ada insentif, maka semua akan mundur," jelasnya.

Jika masalah investasi dan juga angka kebutuhan dalam negeri yang pasti itu belum ada solusinya, maka asosiasi akan tetap memaksa untuk melakukan ekspor ke luar negeri. Sebagai informasi, asosiasi kini tengah meminta agar ekspor bauksit sebesar 40 juta ton hingga 50 juta ton kembali dilonggarkan dengan alasan bisa menggairahkan lagi perekonomian Indonesia.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER