Jakarta, CNN Indonesia -- Komite Eksplorasi Nasional (KEN) telah mengidentifikasikan potensi penambahan cadangan minyak dan gas bumi (migas) sebesar 5,2 miliar barel setara minyak. Potensi tersebut terdiri dari cadangan minyak sebesar 2,7 miliar barel dan cadangan gas bumi sebanyak 14 triliun kaki kubik (TCF).
Tak hanya itu, KEN juga menemukan sejumlah target eksplorasi migas berkapasitas 16,6 miliar barel setara minyak dari beberapa sumur Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS).
Ketua KEN Andang Bachtiar mengatakan kedua temuan tersebut merupakan bagian dari lima hal yang akan disampaikan kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said. Masukan KEN ini dalam rangka meningkatkan 75 persen rasio cadangan migas dalam lima tahun ke depan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"KEN sudah melakukan kajian permasalahan dan usulan rekomendasi, baik terkait persoalan teknis maupun non-teknis," ujar Andang dalam keterangan resmi, Selasa (6/10).
Namun, Andang mengatakan sumur-sumur baru yang terbukti memiliki cadangan migas 5,2 miliar barel tersebut belum bisa ditingkatkan statusnya. Untuk itu, KEN telah bertemu dengan KKKS pemilik sumur untuk memulai pendataan masalah-masalah yang menghambat eksplorasi.
Selain dua temuan tersebut, KEN akan menyodorkan tiga rekomendasi kebijakan kepada Menteri ESDM. Rekomendasi pertama adalah penyederhanaan perizinan eksplorasi secara terpadu melalui satu pintu, yakni Direktorat Jenderal Migas.
Rekomedasi berikutnya, lanjut Andang, menyangkut perbaikan tata kelola data migas, antara lain melalui kebijakan penghapusan sanksi administrasi bagi KKKS untuk jangka waktu tertentu (
sunset policy) guna mendorong keterbukaan data.
Dalam poin rekomendasi ini, Andang juga mengusulkan agar
exemption (pengecualian) data migas dikeluarkan dari kriterian Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Terakhir, Andang mengatakan KEN merekomendasikan pencabutan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 79 Tahun 2010 tentang Biaya Operasi yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan di Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. Beleid ini dinilai Andang kontra produktif terhadap kegiatan eksplorasi migas.
"Dengan adanya PP 79 tahun 2010 ini terbuka kemungkinan bahwa Pemerintah digugat di Arbitrase Internasional antara lain berdasarkan pelanggaran Bilateral Investment Treaty. Karena sebagaian ketentuan dan penerapan PP 79 tahun 2010 bertentangan dengan kontrak PSC (kontrak bagi hasil atau
production sharing contract)," jelasnya.
(ags)