Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berencana menunjuk konsultan independen guna menilai faktor kelayakan dari rencana pengembangan megaproyek Blok Masela di Maluku Selatan.
Penunjukan konsultan independen dilakukan menyusul kian masifnya penolakan terhadap rencana pengerjaan
engineering, procurement dan construction (EPC) pada fasilitas pengolahan gas alam cair terapung atau
floating liquefied natural gas (FLNG) di lapangan Abadi, Blok Masela.
"Menteri ESDM Sudirman said meminta SKK Migas dan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) mencari konsultan independen dengan reputasi
world class yang dapat memberikan rekomendasi profesional," ujar I Gusti Nyoman Wiratmaja, Dirjen Migas Kementerian ESDM kepada CNN Indonesia, Rabu (7/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seperti diketahui mendekati tengat waktu persetujuan proposal Inpex Masela Ltd atas rencana pengembangan (
plan of development/POD) blok Masela, Jumat (09/10) esok, sejumlah ahli yang tergabung dalam Forum Tujuh Tiga Institut Teknologi Bandung (Fortuga ITB) kembali mendesak pemerintah mengkaji ulang rencana pembangunan FLNG.
Menurut Fortuga, proposal yang diajukan Inpex dan Shell selaku pemegang
Participating Interest (PI) dinilai tak adil lantaran tak memberikan pilihan lain yang lebih baik selain FLNG.
Padahal, proyek pengolahan gas alam terapung yang akan memiliki kapasitas 7,5 juta ton per tahun (MTPA) itu merupakan salah satu proyek percontohan Shell Corporation seiring dengan pengembangan fasilitas FLNG Prelude yang saat ini sedang dibangun di Australia.
Berangkat dari hal tersebut, Fortuga pun menyayangkan sikap pemerintah yang terkesan cenderung memilih opsi FLNG, ketimbang fasilitas pengolahan LNG yang dibangun di darat atau
Landed Based LNG.
"Proyek FLNG (terapung) itu akan menghadapi dua tantangan besar yakni kestabilan operasi karena goncangan kapal dan keselamatan operasi yang disebabkan peralatan yang berdekatan satu sama lain. Sulit membayangkan Indonesia hanya menjadi kelinci percobaan," tulis Fortuga dalam keterangan resmi yang diterima CNN Indonesia.
Oleh karenanya, Fortuga kembali meminta pemerintah dalam hal ini Menteri ESDM Sudirman Said menolak proposal pengembangan FLNG yang diajukan Inpex dan Shell lantaran nantinya proyek tersebut akan menjadi tanggungan negara karena dimasukkan ke dalam komponen
cost recovery.
"Jadi pilihan terbaik pembangunan proyek pencairan gas alam Abadi Masela dletakkan di darat," tegas Fortuga yang diwakili beberapa tokoh seperti Alhilal Hamdi mantan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Suwito Anggoro mantan Presiden Direktur Chevron Indonesia dan beberapa orang lain.
Berikut hasil penelitian yang dilakukan Fortuga atas rencana pengembangan Blok Masela:
1. Terdapat kajian konsultan yang tak pernah dipublikasikan dan menyatakan bahwa pembangunan jalur pipa ke darat melalui Selaru-Tanimbar secara teknis dan konstruksi adalah aman dan layak.
2. Biaya investasi atau
capital expenditure (Capex) proyek LNG Abadi-Masela di darat sebesar US$ 16 miliar, sedangkan bila dibangun terapung akan mencapai US$ 22 miliar.
3. Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) pada LNG terapung maksimal 10 persen atau US$ 2,2 miliar. Sedangkan jika dibangun di darat diprediksi bisa mencapai 35 persen atau berkisar US$ 3,5 miliar. Manfaat TKDN ini akan secara langsung dirasakan oleh warga Maluku dan Indonesia.
4. Pembangunan FLNG Abadi-Masela hanya mampu menghasilkan penjualan US$ 4 miliar per tahun. Sedangkan jika dibangun di darat, selain angka US$ 4 miliar tadi juga akan didapat tambahan angka penjualan mencapai US$ 5 miliar dari proses gas menjadi industri petrokimia.
5. Biaya operasional atau
operational expenditure (Opex) per tahun LNG darat sebesar US$ 2 miliar atau jauh lebih murah US$ 5 miliar dari
Opex pada fasilitas FLNG.
6. Pilihan LNG darat akan menampung pengembangan lapangan-lapangan migas baru yang bertebaran mulai dari Aru, Tanimbar, hingga Celah Timor. Dengan demikian Wilayah Maluku bisa menjadi sentra baru industri gas dan petrokimia di Timur.
7. Pembangunan LNG darat membuka peluang bangkitnya ekonomi, sosial, kewilayahan, hingga penguatan ketahanan nasional di Indonesia. Diantaranya indutri kemaritiman, pertanian, lapangan kerja, pariwisata, ekonomi kreatir, Usaha Kecil Menengah (UKM) hingga tumbuhnya kota-kota seperti Balikpapan di Kalimantan Timur.
(gen)