Penundaan Basel III Ganjal Sekuritisasi KPR Perbankan ke SMF

CNN Indonesia
Rabu, 07 Okt 2015 20:33 WIB
Perbankan enggan melakukan sekuritisasi mengingat rasio kecukupan modal (CAR) bank-bank penguasa pasar KPR di Indonesia masih terbilang sehat.
Direktur Utama PT Sarana Multigriya Financial (SMF), Raharjo Adisusanto memberikan paparan kinerja semester II 2015 di Jakarta, Kamis (6/8). (CNN Indonesia/Galih Gumelar)
Jakarta, CNN Indonesia -- Perusahaan pembiayaan perumahan milik negara, PT Sarana Multigriya Infrastruktur (SMF) kesulitan untuk memperluas kerjasama konversi Kredit kepemilikan Rumah (KPR) melalui surat berharga (sekuritisasi) selain dengan PT Bank Tabungan Negara (BTN).

Direktur Utama SMF Raharjo Adisusanto menjelaskanperseroan telah menjajaki upaya sekuritisasi dengan sejumlah perbankan tetapi terganjal masalah implementasi kebijakan perbankan global, Basel III, yang diundur hingga tahun 2019. Padahal dalam kebijakan tersebut akan menyebutkan angka rasio modal minimum (CET) jangka panjang guna memitigasi risiko terkait likuiditas perbankan.

Akibat mundurnya implementasi kebijakan tersebut, Raharjo mengatakan perbankan tak mau melaksanakan sekuritisasi karena belum ada regulasi yang jelas. Dengan kata lain, perbankan tak bisa melaksanakan sekuritisasi karena belum ada bayangan seberapa besar hal tersebut akan berpengaruh kepada likuiditas mereka, mengingat fungsi sekuritisasi KPR adalah untuk menambah likuiditas.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Banyak pihak perbankan yang belum mau melakukan sekuritisasi dengan kami karena belum jelasnya Basel III. Sehingga mereka ragu-ragu untuk melakukan hal itu," terang Raharjo kepada CNN Indonesia ketika ditemui di Jakarta, Rabu (7/10).

Alhasil, lanjut Raharjo, perbankan semakin enggan melakukan sekuritisasi mengingat rasio kecukupan modal (CAR) bank-bank penguasa pasar KPR di Indonesia masih terbilang sehat. Sehingga kalau Basel III belum diberlakukan, perbankan tak tahu apakah pelaksanaan sekuritisasi malah menyebabkan penimbunan modal atau sebaliknya.

Sebagai gambaran, hingga semester I tahun ini pasar KPR di Indonesia dikuasai oleh BTN (28,4 persen), PT Bank Central Asia (17 persen), PT Bank Negara Indonesia (10,3 persen), dan PT Bank Mandiri (9,2 persen). Rasio kecukupan modal bank-bank tersebut masing-masing sebesar 14,7 persen, 19 persen, 17,1 persen dan 17,6 persen, atau masih di atas 10 persen.

"Akibat beberapa hal ini, salah satu bank yang rencananya mau melakukan sekuritisasi dengan kita di tahun 2017 mendatang jadi ragu-ragu akibat hal ini. Dua bank swasta lainnya juga sudah membicarakan masalah sekuritisasi KPR-nya dengan kami, tapi hanya sebatas pembicaraan saja," terangnya.

Ia juga menambahkan kalau tadinya PT Bank Mandiri menginginkan untuk melakukan sekuritisasi dengan SMF pada tahun ini, namun hal itu ditunda akibat molornya implementasi Basel III disertai dengan kondisi pasar modal yang sedang lesu. Kendati banyak kerjasama sekuritisasi SMF dengan perbankan masih samar-samar, ia memaklumi hal tersebut mengingat pelaksanaan sekuritisasi ini tak boleh dilakukan secara sembarangan.

"Memang penuh persyaratan kalau portofolio KPR mereka ingin disekuritisasi. Seperti contohnya jumlah KPR minimal yang bisa dikonversi sebesar Rp 200 miliar, jenis utangnya harus prime mortgage, dan kerelaan perbankan agar mau kehilangan portofolio kreditnya gara-gara disekuritisasi," tuturnya.

Sebagai informasi, sejauh ini hanya BTN saja yang melakukan sekuritisasi dengan SMF sejak 2009. Tercatat, sebanyak Rp 5,45 triliun KPR BTN telah disekuritisasi SMF hingga tahun 2014.

Pada tahun ini, awalnya BTN berencana untuk kembali melakukan sekuritisasi sebesar Rp 2 triliun. Namun pada bulan lalu, rencana sekuritisasi hanya dilakukan sebesar Rp 500 miliar saja, sehingga total hak tagih KPR BTN yang telah dikonversi ke surat berharga akan mencapai Rp 5,95 triliun.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER