Pengusaha Rokok Minta Tarif Cukai Rokok Masuk Paket Ekonomi

Safyra Primadhyta | CNN Indonesia
Rabu, 14 Okt 2015 15:52 WIB
Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) meminta pemerintah memasukkan penentuan tarif cukai rokok ke dalam paket kebijakan ekonomi.
ilustrasi rokok (thinkstock)
Jakarta, CNN Indonesia -- Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) meminta pemerintah memasukkan penentuan tarif cukai rokok ke dalam paket kebijakan ekonomi. Pasalnya, kontribusi Cukai Hasil Tembakau (CHT) dianggap punya nilai besar dalam penerimaan cukai negara. Tahun ini, pemerintah menargetkan penerimaan CHT mencapai Rp139,1 triliun atau sekitar 95 persen dari total penerimaan cukai Rp145,7 triliun.

"Sebetulnya kami ingin industri rokok di dalam konteks tarif harus masuk ke dalam paket deregulasi (paket kebijakan ekonomi). Industri tersebut sejauh ini sudah memberikan sumbangsih dari penerimaan cukai yang cukup besar bagi negara saat negara mengalami declining penerimaan dari sektor pajak yang lain,” ujar Sekretaris Jenderal Gaprindo Hasan Aoni Aziz dalam Workshop Tembakau dalam Kendali Cukai di ‎Hotel Menara Peninsula, Jakarta, Senin (12/10) lalu.
Pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2016 pun, pemerintah juga sudah menetapkan target pendapatan CHT sebesar Rp142,7 triliun. Target ini mengalami kenaikan 2,58 persen dari target penerimaan cukai rokok dalam APBN-P 2015, yaitu sebesar Rp139,1 triliun.

Menurut Hasan, pemerintah seharusnya lebih sensitif dengan tidak menetapkan tarif cukai yang lebih tinggi di tengah melambatnya perekomian. Dia memperkirakan tahun ini, paling tidak ada 10 ribu karyawan industri rokok yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Kami menduga bahwa di tahun ini lebih dari 10 ribu akan di-PHK. Itu data yang moderat. Saya kira data di lapangan akan lebih besar saya belum update lagi data di lapangan,” ujarnya.

Ditemui terpisah, Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati menilai industri rokok bukanlah industri prioritas sehingga belum cocok dimasukkan ke dalam paket kebijakan ekonomi. Industri Sigaret Kretek Tangan (SKT) pun juga sudah menerima insentif berupa tarif cukai yang lebih rendah dibandingkan tarif cukai Sigaret Kretek Mesin (SKM) dan Sigaret Putih Mesin (SPM).
“Kemarin diputuskan industri prioritas yang kita harapkan itu adalah yang padat karya. Rokok ini tidak sepenuhnya padat karya. SKT mungkin (padat karya), tapi kan (insentifnya) bisa yang lain. SKT ini sudah diberikan privilege untuk cukai yang rendah,” ujarnya.

Menurut Enny, salah satu industri padat karya yang perlu diperhatikan adalah industri makanan dan minuman. “Industri makanan dan minuman ini langsung mempengaruhi daya beli masyarakat dan kebutuhan pokok masyarakat,” ujarnya. (chs/sip)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER