Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala Kantor Staf Presiden Teten Masduki mendapat kritik keras dari Wakil Ketua Komisi VII DPR Satya Yudha dan Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Hendrik Siregar. Pasalnya Teten dinilai membuat korelasi yang keliru dengan menyebut apabila perpanjangan kontrak karya (KK) PT Freeport Indonesia tidak segera dilakukan maka akan menyebabkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) kolaps.
Seolah ingin merevisi pernyataannya tersebut, Teten menyampaikan siaran pers terkait Freeport yang sama sekali tidak menyinggung perihal ambrolnya dompet negara jika tidak diisi uang dari Freeport. (Baca juga:
Komentar Soal Freeport, Teten Masduki Dinilai Tak Paham APBN).
“Sehubungan dengan kesimpangsiuran informasi terkait perpanjangan KK Freeport, perlu saya sampaikan beberapa penjelasan sebagai berikut. Pertama, Presiden dan Pemerintah RI hingga saat ini belum memperpanjang KK yang akan berakhir pada 30 Desember 2021,” ujar Teten, dikutip Kamis (22/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal kedua yang disampaikan Teten, terkait dengan pertemuan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan petinggi Freeport beberapa waktu lalu. Menurutnya dalam pertemuan tersebut hanya membicarakan lima hal, yaitu royalti, divestasi, peningkatan kandungan lokal, hilirisasi industri/
smelter dan pembangunan Papua.
“Presiden dan Pemerintah Indonesia harus mematuhi Peraturan dan Perundang-undangan yang berlaku saat ini, yang membatasi bahwa pengajuan perpanjangan kontrak hanya bisa dilakukan dua tahun sebelum masa kontrak berakhir,” tegas Teten.
Dalam melakukan renegosiasi kontrak pertambangan, pemerintah menurutnya menerima banyak masukan dari perusahaan tambang agar negosiasi perpanjangan kontrak bisa dilakukan jauh-jauh hari sebelum masa kontrak berakhir. Alasannya, perusahaan tambang tidak berani mengucurkan dana investasi baru sebelum memiliki kepastian bahwa kontraknya akan diperpanjang.
“Pemerintah di satu sisi bisa memahami persoalan ini dan sebagai konsekuensinya pemerintah juga dihadapkan pada adanya potensi penurunan produksi hasil pertambangan. Pada akhirnya berimbas pada penurunan royalti sebagai penerimaan negara. Namun, di sisi lain pemerintah tetap terikat dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku,” katanya.
(Baca juga:
Jatam: APBN Kolaps Karena Freeport itu Logika Inlander)
Pada penjelasan akhir, Teten menyatakan semangat Jokowi dalam melakukan negosiasi perpanjangan kontrak-kontrak pertambangan pada dasarnya menginginkan adanya manfaat yang lebih besar untuk kepentingan negara dan seluruh rakyat Indonesia.
(gen)