Jakarta, CNN Indonesia -- Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI AU) membenarkan adanya pungutan tambahan bagi maskapai penerbangan sipil yang beroperasi di bandara militer Halim Perdanakusuma. Namun, TNI AU menegaskan pungutan tambahan tersebut bukan pungutan liar karena sudah disepakati bersama dengan maskapai.
Kepala Dinas Penerangan TNI-AU Marsekal Pertama Dwi Badarmanto menilai pungutan tambahan tersebut wajar ditarik mengingat kegiatan penerbangan komersial dilakukan maskapai di atas fasilitas yang diutamakan untuk kepentingan militer. Hal itu sesuai dengan kesepakatan tertulis antara maskapai dengan Induk Koperasi TNI Angkatan Udara (Inkopau) selaku otoritas Lanud Halim Perdanakusuma pada Februari 2015 lalu.
"Di mana-mana untuk
take-off, landing juga bayar," ujar Dwi Darmanto kepada CNN Indonesia, Jumat (23/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dwi menilai besaran pungutan Rp200 ribu untuk setiap kali lepas landas (
take-off) atau mendarat (
landing) tidak seberapa untuk ukuran bisnis maskapai penerbangan berjadwal. Pungutan itu pun dikelola oleh Inkopau untuk kegiatan penertiban.
"Tapi ini bukan pungutan liar, itu kesepakatan. Misalnya, setiap
take-off bayar Rp100 ribu hingga Rp200 ribu, itu kan tidak seberapa. Tapi sampai bulan ini, sudah delapan atau hampir sembilan bulan, ada beberapa maskapai yang tidak melaksanakan kesepakatan itu," katanya.
Kendati demikian, sepengetahuan Dwi, TNI-AU tidak meminta jatah 20 kursi gratis dari setiap maskapai seperti yang dikemukakan Inaca.
"Tapi nanti saya lihat lagi isinya (kesepakatan) dan crosscheck ke lapangan," kata Dwi.
Tanpa menyebutkan nama, Dwi mengungkapkan ada maskapai yang tidak melaksanakan isi kesepakatan tersebut. Tak ayal, maskapai itu tidak bisa menyelenggarakan penerbangan sipil di Halim.
"Kemarin memang ada beberapa maskapai yang dilarang
take-off, dan kami suruh datang ke otoritas Lanud. Ini masalah komunikasi saja dengan teman-teman di lapangan. Kami sebenarnya terbuka untuk berkomunikasi, datang saja tidak akan dipungut bayaran," tuturnya.
Sebelumnya, Asosiasi Maskapai Penerbangan Nasional (Inaca) mengeluh soal pungutan tambahan untuk penerbangan sipil di bandara militer. Penarikan pungutan tambahan itu salah satunya terjadi di Bandara Halim Perdanakusuma (Halim).
Inaca mengungkapkan, setiap maskapai diharuskan membayar sebesar Rp200 ribu untuk setiap kali
take-off ataupun
landing di Bandara Halim Perdanakusuma.
Selain itu, setiap maskapai juga diminta menyediakan 20 kursi grastis setiap bulan dan menyetor komisi penjualan tiket yang besarnya tidak disebutkan.
Bandara Halim Perdanakusuma merupakan bandara yang melayani penerbangan sipil dan menumpang pada lapangan udara militer (
civil enclave). Saat ini, bandara itu dikelola oleh PT Angkasa Pura II (AP II). Beberapa maskapai penerbangan berjadwal yang beroperasi di Halim diantaranya Citilink, Transnusa, dan Susi Air.
(ags)