Jakarta, CNN Indonesia -- PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) memimpin perolehan laba tertinggi sepanjang semester I 2015 dibandingkan 119 badan usaha milik negara (BUMN) lainnya. Bank yang dipimpin Direktur Utama Asmawi Syam tersebut mencatat laba bersih Rp 11,95 triliun, lebih tinggi Rp 970 juta dibandingkan laba bersih PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) sebesar Rp 10,98 triliun.
Menyusul di peringkat ketiga PT Bank Mandiri Tbk yang mengantongi laba bersih Rp 10,34 triliun, kemudian di posisi keempat PT Pertamina (Persero) memperoleh laba bersih Rp 7,2 triliun, dan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) dengan laba bersih Rp 2,95 triliun.
Berdasarkan data dari Kementerian BUMN, lima perusahaan pelat merah tersebut merupakan penghasil laba bersih tertinggi selama enam bulan di 2015. Total laba bersih kelima perusahaan tersebut tercatat sebesar Rp 43,42 triliun, memberi kontribusi 67,63 persen terhadap total laba bersih 119 BUMN yang sebesar Rp 64,2 triliun. Total laba bersih tersebut baru mencapai 49 persen dari target laba bersih seluruh BUMN tahun ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski demikian, instansi yang dikomandoi Menteri Rini Soemarno itu juga masih mencatat masih ada 11 BUMN yang merugi.
Beberapa diantaranya adalah PT Nindya Karya (Persero), PT Djakarta Lloyd (Persero) dan PT Istaka Karya (Persero). Selain itu, ada juga BUMN yang masih menjalani penanganan khusus karena terus merugi untuk ditata ulang asetnya seperti PT Merpati Nusantara Airlines (Persero), PT Kertas Leces (Persero), dan PT Iglas (Persero). Bahkan, beberapa BUMN tersebut saat ini sudah berhenti beroperasi dan tengah mencari cara untuk membayar gaji karyawan yang tertunda.
Tahan DividenRhenald Kasali, Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia yang juga menjadi konsultan BUMN berpendapat di tengah kebutuhan belanja modal yang besar untuk merampungkan proyek-proyek strategis pemerintah, maka sudah seharusnya beberapa BUMN yang menerima penugasan khusus di bidang infrastruktur untuk diizinkan menahan setoran dividennya tahun ini.
Mengutip data Kementerian BUMN, Rhenald menyebut belanja modal BUMN tahun ini yang dialokasikan khusus untuk membangun proyek infrastruktur tercatat sebesar Rp 322,76 triliun. Dana tersebut diproyeksikan mampu menyelesaikan 85 proyek atau setara 76 persen dari seluruh proyek infrastruktur pemerintah.
Sementara sampai tengah tahun ini, proyek yang sudah dan sedang dikerjakan oleh BUMN baru mencapai 39 proyek dengan menyerap tenaga kerja 65.928 orang.
“Karena memerlukan modal yang besar, maka target dividen negara seharusnya diperkecil sehingga laba dapat direinvestasikan,” ujar Rhenald, kemarin.
Pemerintah disebutnya tidak akan rugi dengan menerapkan kebijakan pengurangan dividen BUMN, karena dengan memiliki modal kerja yang cukup maka BUMN penggarap infrastruktur bisa menyerap tenaga kerja serta menghasilkan penerimaan yang lebih banyak di masa mendatang.
“Meski dividen tidak sebesar dulu, tapi pajak yang dibayar naik. Toh uangnya buat pemasukkan negara juga” ujarnya.
(gen)