Jakarta, CNN Indonesia --
Manajemen PT Bank Mandiri Tbk mengaku akan mengkaji pemberian fasilitas diskon Pajak Penghasilan (PPh) dalam kegiatan revaluasi aset yang termatub dalam kebijakan ekonomi jilid V.
Pasalnya, dengan melihat rasio kecukupan modal (CAR) bank-bank besar di Indonesia anjuran mengenai pemanfaatan fasilitas tersebut seharusnya tak perlu dilakukan.
Ada pun fasilitas diskon PPh akan sangat berguna bagi perusahaan non perbankan yang memiliki kondisi keuangan yang ketat dan membutuhkan modal yang banyak.
"Saya lihat kebijakan ini (revaluasi aset) bagus untuk perusahaan non bank yang balance sheet ketat dan modalnya ketat. Sedangkan perbankan Indonesia modalnya berlebih," ujar Direktur Utama Bank Mandiri Budi Gunadi Sadikin di Jakarta, Kamis (29/10).
Seperti diketahui, hingga akhir September 2015 rasio CAR bank-bank besar di Indonesia masih berada di atas 8 persen atau ambang batas bahaya rasio permodalan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ini ditandai dengan posisi rasio CAR Bank Mandiri yang berada di angka 17,82 persen, rasio CAR PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) di angka 17,4 persen dan PT Bank Rakyat Indonesia di posisi 20,59 persen.
Jika nantinya perseroan melakukan revaluasi aset, kata Budi akan terdapat dua hal yang sejatinya menjadi konsiderasi Bank Mandiri.
Pertama mengenai problematika arus kas atau cash flow. Kedua terkait upaya peningkatan nilai depresiasi aset.
"Misalkan proporsi cash flow 3 persen dari total aset. Kemudian perusahaan itu melakukan revaluasi aset dengan tambahan nilai mencapai Rp 100 triliun. Dengan adanya hal itu, maka perusahaan juga harus siap menambah cash flow Rp 3 triliun, masalahnya apa perusahaan itu siap mencari tambahan cash flow?," ujarnya.
Riskan Dilakukan Menyusul himbauan untuk melakukan revaluasi aset, Budi bilang sejatinya upaya tersebut akan menjadikan nilai aset tetap yang dimiliki perusahaan dapat meningkat tajam.
Akan tetapi katanya, peningkatan nilai aset akan menjadikan struktur keuangan perusahaan amburadul jika di dalam pelaksanaannya tidak diiringi dengan oleh peningkatan aset lancar.
Berbekal prinsip tersebut sudah seyogyanya perusahaan juga menyiapkan strategi demi menyiasati pembengkakkan beban depresiasi aset pada tahun berikutnya.
Pasalnya, sesuai prinsip akuntansi depresiasi nilai aset bakal tetap dilakukan per periode pembukuan guna menyesuaikan nilai aset tetap yang dimiliki perusahaan antar waktu.
"Agak risky juga kalau kita melakukan revaluasi fixed assets seperti bangunan atau yang lain. Tapi kalau revaluasi aset dilakukan bagi tanah yang nilainya tidak bisa didepresiasi, maka pelaksanaan itu bisa bermanfaat," ujar Budi.
Sementara itu Direktur Keuangan Bank Mandiri Kartika Wirjoatmodjo mengungkapkan, demi menguatkan permodalan jangka pendek Bank Mandiri pihaknya lebih cenderung melakukan penyisihan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) untuk mengatasi banyaknya kredit bermasalah (NPL).
Di mana per September kemarin angka CKPN Bank Mandiri mencapai Rp 8,49 triliun, bertambah 126,4 persen ketimbang posisi CKPN pada periode yang sama tahun lalu di angka Rp 3,75 triliun demgan coverage ratio sebesar 160 persen dari NPL.
Sedangkan posisi gross NPL Bank Mandiri tercatat di angka 2,81 persen, atau meningkat 30 persen dibandingkan angka tahun sebelumnya yang hanya menyentuh angka 2,16 persen. CKPN tersebut.
"Dengan adanya provisioning ini, kita bisa meningkatkan rasio CAR. Bahkan kami prediksi nilainya akan semakin menguat menjelang implementasi Basel III dan masih bisa absorb Loan-to-Deposit Ratio (LDR) minimal 85 persen," ujar Kartika.
Mengutip laporan keuangan Bank Mandiri, aset tetap perseroan per September 2015 sendiri tercatat mencapai Rp 905,76 triliun, atau sudah meningkat 13,5 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya di posisi Rp 798,16 triliun.