BWPT dan Kepelikan Drama Bisnis Grup Rajawali Corpora

CNN Indonesia
Selasa, 01 Des 2015 10:28 WIB
Setelah batalnya akuisisi saham taksi Express oleh Saratoga Investama Sedaya, kali ini rencana pembelian saham BWPT oleh FGV asal Malaysia terancam batal.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Sofyan Djalil bersama Duta Besar Malaysia untuk Indonesia YB Datuk Seri Zahrain Mohamed Hashim dan CEO PT Rajawali Corpora Peter Sondakh dalam penandatanganan kerjasama Felda Global Ventures (FGV) Holdings Berhad dengan PT Eagle High Plantation Tbk di Hotel Ritz Carlton Kuningan, Jakarta, Jumat (12/6). (CNN Indonesia/Giras Pasopati)
Jakarta, CNN Indonesia -- Tahun ini adalah masa yang berat bagi gurita bisnis besutan Peter Sondakh, Rajawali Corpora. Setelah batalnya akuisisi saham taksi Express oleh Saratoga Investama Sedaya, kali ini rencana pembelian saham PT Eagle High Plantation Tbk (BWPT) oleh Felda Global Ventures Holdings Bhd (FGV) asal Malaysia terancam batal karena tak kunjung ada kata sepakat.

Masih teringat jelas bagaimana acara penandatanganan rencana akuisisi 37 persen saham BWPT – yang nilainya mencapai US$ 680 juta atau Rp 9,04 triliun terdiri dari gabungan dana tunai dan saham – tersebut bermula.

Pada sore, 12 Juni 2015, mobil-mobil mewah dan mentereng datang silih berganti mengantarkan tamu-tamu penting antara kedua pihak yang akan bertransaksi ke hotel Ritz Carlton Kuningan, yang juga merupakan ‘daerah kekuasan’ Rajawali.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tak tanggung-tanggung, gelaran tersebut juga sukses memboyong petinggi kedua negara yaitu Menteri Koordinator bidang Perekonomian saat itu Sofyan Djalil dan Menteri Perdagangan Internasional dan Industri Malaysia Dato Sri Mustapa Mohamad.

Alhasil para petinggi Rajawali Corpora juga turun gunung menunjukkan batang hidungnya, tak terkecuali sang bos besar Peter Sondakh, yang saat itu berbalut kemeja batik sutra warna ungu. Sayangnya, Peter irit bicara kepada media.

Kendati demikian, senyum dan sapa bertebaran di ballrom hotel bintang lima sore itu, berharap transaksi akuisisi bakal tuntas sesuai rencana awal.

Managing Director Grup Rajawali Darjoto Setyawan saat itu mengatakan transaksi tersebut tentunya sangat menguntungkan karena dapat mengembalikan modalnya setelah menyuntik BWPT melalui rights issue pada tahun lalu. Darjoto mengatakan dana hasil transaksi dari FGV ini akan digunakan untuk membayar utang.

"Dalam situasi ekonomi lemah saat ini, kami ingin memiliki kas yang lebih banyak karena cash is king. Sebagian besar akan kami gunakan untuk membayar pinjaman dan memperkuat modal. Kalau ada peluang bagus, akan menjadi keuntungan bagi kami," kata Darjoto.

Tak Kunjung Sepakat

Pada pertengahan Juli 2015, kasak-kusuk gagalnya transaksi tersebut mengemuka. Pasalnya, uang muka transaksi yang seharusnya sudah dikirimkan FGV kepada pihak Rajawali Corpora tak kunjung diterima. Sesuai kesepakatan, nilai uang muka yang harus dibayarkan mencapai US$ 174,5 juta.

Sialnya lagi, FGV merupakan salah satu bisnis keluarga Perdana Menteri Malaysia Najib Razak yang saat itu tengah menghadapi skandal keuangan negara. Alhasil, rencana transaksi ini turut terseret sorotan negatif publik dan tertahan prosesnya.

Tak hanya itu, investor FGV di Malaysia juga berdebat terkait harga akuisisi yang dinilai terlampau mahal. Bayangkan saja, pada saat rencana transaksi, harga saham BWPT dihargai senilai Rp 765 per saham. Jauh dari harga saat penutupan kemarin di level Rp 141 per saham.

Saat itu, FGV harus melalui serangkaian uji kelayakan (due diligence) terkait akuisisi yang dijadwalkan rampung sekitar September 2015. Namun, karena skandal di Malaysia yang menyeret Perdana Menteri Najib Razak, maka akhirnya proses tersebut molor hingga 30 November 2015.

Lewati Tenggat

Saat ini, masa perpanjangan rencana pembelian saham tersebut kembali melewati tenggatnya yang jatuh kemarin. Darjoto mengaku, Grup Rajawali masih melakukan diskusi lebih lanjut dengan FGV.

“Grup Rajawali tengah melakukan diskusi lebih lanjut dgn FGV mengenai alternatif struktur investasi yang akan dilakukan Eagle High Plantations. Bentuk struktur investasinya bagaimana, sedang kita bahas,” ujarnya melalui pesan singkat kepada CNN Indonesia, kemarin malam.

Ia mengaku kedua belah pihak sedang membahas alternatif struktur transaksi yang baik. Kendati demikian, Darjoto enggan mengungkapkan target waktu pembahasan antara kedua belah pihak tersebut. “Ya kita usahakan secepatnya,” imbuhnya.

Sementara itu, Direktur Penilaian Perusahaan Bursa Efek Indonesia Samsul Hidayat mengatakan informasi terakhir yang diterima otoritas bursa menyatakan bahwa proses negosiasi masih berjalan.

Update terakhir pada tanggal 30 Oktober, BWPT mengatakan bahwa negosiasi transaksi dengan Felda Global Ventures masih berlangsung. Sepanjang pemahaman kami belum ada info pembatalan atas hal tersebut,” katanya.

Sekretaris Perusahaan BWPT Rudy Suhendra menyatakan sesuai dengan surat Nomor 065/BWPT/Corsec/X/2015, perseroan menginformasikan perkembangan terakhir mengenai rencana transaksi PT Rajawali Capital International (RCl).

“Bahwa berdasarkan surat pemberitahuan yang diterima Perseroan pada hari ini, Senin, 30 November 2015 dari RCl dapat kami informasikan bahwa RCl terus meIakukan diskusi dengan FGV mengenai alternatif struktur investasi mengingat kondisi pasar pada saat ini dan perkembangan terakhir dalam industri kelapa sawit,” jelasnya dalam keterangan resmi, kemarin.

Kini, saham BWPT terlanjur tersungkur di level Rp 141 per saham, anjlok 9,62 persen dalam perdagangan kemarin. Sementara, jika dihitung sejak awal rencana transaksi pada 12 Juni lalu, maka saham BWPT telah amblas hingga 68,66 persen.

​Setelah ini, entah apalagi yang akan terjadi dalam episode selanjutnya. Mari kita tunggu saja.​
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER