Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Franky Sibarani berencana menyurati Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong terkait Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 87 Tahun 2015 tentang Ketentuan Impor Barang Tertentu. Aturan yang diteken Thomas pada 15 Oktober tersebut banyak mendapat keluhan dari pengusaha karena dapat menghambat investasi industri padat karya.
Franky mengatakan kalau peraturan itu bisa menjadi batu sandungan bagi rencana pemerintah memperbesar porsi investasi manufaktur. Dikatakannya, porsi investasi manufaktur Indonesia sepanjang 2014 sebesar 41,7 persen masih lebih kecil dibanding Vietnam yang mencapai 44 persen.
"Terkait Permendag 87, kami akan surati Mendag sesegera mungkin. Kami paham kalau Permendag ini masih di level pemerintah, namun kalau dunia usaha sudah bersuara bisa dijadikan masukan," jelas Franky di Jakarta, kemarin.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seperti yang telah diberitakan sebelumnya, Permendag Nomor 87 Tahun 2015 mengatur ketentuan impor bagi pakaian jadi dan barang tekstil sudah jadi, alas kaki, elektronika, makanan dan minuman, obat tradisional dan suplemen kesehatan, kosmetika dan perbekalan kesehatan rumah tangga, serta mainan anak-anak. Tujuan awal Thomas menerbitkan aturan itu adalah untuk mempertegas pengaturan identitas importir.
Namun sesuai pasal 3 peraturan tersebut, importir yang boleh melakukan impor harus memiliki Angka Pengenal Importir Umum (API-U), atau berbeda dengan ketetapan sebelumnya yang menyatakan importir produk tertentu juga harus memiliki dokumen Importir Terdaftar. Akhirnya, Kemendag pun mengundurkan pemberlakuan beleid ini dari 1 November 2015 ke 1 Januari tahun depan.
Banjir Produk ImporMendukung pernyataan Franky, Ketua Dewan Pembina Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Harijanto mengatakan kalau Permendag tersebut tidak akan berdampak baik karena tidak ada nilai tambahnya mengingat importir bisa dengan mudahnya mengimpor ketujuh jenis barang tersebut.
Ia menganggap hal itu menyebabkan barang-barang tertentu bisa bebas diimpor oleh importir. Semakin banyak barang yang diimpor, maka akan menjadi disinsentif bagi para pelaku industri untuk melanjutkan produksinya.
"Permendag ini ada sifat ketidakberpihakan terhadap produsen, malah bikin negara kita jadi negara berdagang saja. Sekarang terserah pemerintah apakah industri ingin tumbuh apa tidak," ungkapnya di lokasi yang sama.
Ia juga sangat menyayangkan sikap Kemendag yang memasukkan impor golongan hasil industri padat karya ke dalam beleid tersebut. Pasalnya di tengah kondisi ekonomi yang melesu, pertumbuhan industri padat karya bisa menjadi solusi bagi penyerapan tenaga kerja, khususnya bagi tenaga kerja tidak terlatih (non-skilled labour).
Ia mengacu pada data Badan Pusat Statistik (BPS) dimana saat ini tenaga kerja lulusan Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebanyak 76,1 juta jiwa. Sedangkan pertumbuhan angka pengangguran tenaga kerja lulusan SD dan SMP masing-masing sebesar 3,61 persen dan 7,14 persen.
"Mengingat kemampuan penyerapan tenga kerja, maka investasi industri padat karya ini dibutuhkan. Tidak ada negara yang kuat kalau industrinya juga tidak kuat," ujarnya.
(gen)