Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat banyaknya keluhan investor tekstil dan sepatu yang mengeluhkan masalah Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK) di dalam Desk Khusus Investasi Tesktil dan Sepatu (DKI-TS) yang mulai berlaku di kantor BKPM sejak bulan Oktober lalu.
Seperti dijelaskan Kepala BKPM, Franky Sibarani, sudah ada 33 perusahaan yang mengadu ke DKI-TS dimana 13 diantaranya mengeluhkan soal UMK. Menurut Franky, perusahaan-perusahaan itu banyak yang tak tahan dengan tekanan UMK bahkan ada yang diambang gulung tikar.
"Banyak yang mengalami masalah tersebut di Jawa Barat karena memang UMK di situ terbilang lebih tinggi. Kami sudah memanggil perusahaan-perusahaan tersebut, akan coba kami fasilitasi dengan instansi terkait, dan tentunya akan dibantu dengan asosiasi industri yang terkait," jelas Franky di Jakarta, Kamis (3/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Salah satu kasus terparah yang ia temui adalah pengaduan 5 perusahaan sepatu yang berlokasi di Jombang, Jawa Timur yang langsung mengalami kenaikan UMK signifikan padahal baru melakukan relokasi dari Surabaya dalam dua tahun terakhir. Franky menyebut kalau kenaikan UMK di daerah itu secara akumulasi naik 70 persen dalam dua tahun terakhir.
"Mereka ini mengeluhkan kalau kenaikan antara tahun 2014 hingga 2015 ini kenaikan UMK-nya mencapai Rp 600 ribu atau naik 45,31 persen dibanding UMK sebelumnya. Padahal menurut Peraturan Pemerintah (PP) no. 78, batas kenaikan yang wajar itu harusnya 11 persen di daerah itu. Masalah itulah yang tengah kami selesaikan sekarang," tuturnya.
Meskipun ada kasus pengupahan yang parah, namun ia menyebut ada beberapa perusahaan yang masalah pengupahannya sudah terfasilitasi akibat terbitnya PP no. 78 tahun 2015 tentang pengupahan.
"Pada awalnya mereka deg-degan, takut kenaikan UMK bisa lebih dari 30 persen, tapi setelah terbitnya PP ini mereka sedikit lega," jelasnya.
Selain masalah upah, kebanyakan industri padat karya ini juga mengeluhkan masalah tarif listrik yang membebani. Dari 33 perusahaan yang mengadu, 7 di antaranya mengeluhkan masalah listrik dan menginginkan adanya potongan harga.
"Dan atas masalah tersebut, kami sudah menyelesaikan kasus listrik di 3 perusahaan dengan meminta PT PLN untuk memberi diskon di jam-jam dini haru. Selain itu, PLN juga memperbolehkan mereka untuk menyicil tagihan listrik supaya tidak membebani ongkos produksi mereka," tambahnya.
Ketiga perusahaan ini, lanjutnya, berlokasi di Jawa Barat dan berjenis industri tekstil. "Dengan membantu penyelesaian 3 perusahaan itu, artinya ada 1.458 tenaga kerja yang terselamatkan," tambah Franky.
Sebagai informasi, ke-33 perusahaan yang mengadu ke DKI-TS ini berlokasi di empat provinsi yaitu Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, dan Jawa Timur dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 24.509 orang. Dari 33 perusahaan tersebut, industri tekstil menjadi pelapor terbanyak dengan jumlah 14 perusahaan.
Data BKPM menunjukkan, realisasi investasi industri tekstil mengalami kenaikan dari angka Rp 3,95 triliun menjadi Rp 9,8 triliun di periode Januari hingga September 2015. Sedangkan realisasi investasi persepatuan turun 35 persen dari angka Rp 4,57 triliun ke angka Rp 1,6 triliun di periode yang sama.
(gir)