Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah dinilai tidak serius mendukung terbitnya Undang-Undang (UU) Pertembakauan meskipun telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2015 Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Hal tersebut ditunjukkan oleh sikap Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang belum juga mencabut surat Menteri Kesehatan bernomor HK.04.02/Menkes/460/2014 tertanggal 11 Agustus 2014, yang berisi tentang penolakan RUU Pertembakauan.
Analis Ekonomi Politik Salamudin Daeng menilai, sikap Kemenkes itu dinilai merugikan para petani dan pelaku industri pertanian. RUU Tembakau, kata Daeng, tidak ada urusan dengan isu kesehatan karena RUU itu mengatur soal agrikultur, perlindungan tanaman, dan tidak berkaitan dengan urusan kesehatan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Jadi sikap Kemenkes terlihat tumpang tindih, terkesan menterinya tidak paham. RUU Tembakau ini kan menyangkut perlindungan tanaman Indonesia, sub sistem pertanian," tegas Daeng, Kamis (17/12).
Ia mengkritik, sikap petinggi Kemenkes yang ikut menolak kampanye antitembakau merupakan sikap yang berlebihan yang dilakukan pemerintah. "Saya khawatir, sikap Kemenkes yang selalu kampanye negatif tembakau karena sudah disusupi oleh kepentingan asing,” kritiknya.
Ia mengaku heran, jika sudah masuk kepada isu kesehatan lain seperti soal junk food yang terbukti sangat merusak kesehatan, Kemenkes tidak peduli. Bukan hanya itu, masalah buruknya sanitasi warga hingga kematian puluhan anak di Papua, tidak pernah menjadi isu serius bagi Kemenkes.
"Memang ada kantor Kemenkes dan Menterinya, tapi tidak terlihat kerja-kerjanya," tegas Daeng.
Sementara, Pengamat Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati mengingatkan bahwa dalam setiap pembahasan dengan tembakau, tidak bisa berdiri sendiri atau mengedepankan kepentingan lembaga sendiri karena menyangkut hajat hidup orang banyak.
"Tatkala kita bicara mengenai industri rokok maka kita harus melihatnya secara holistik dan multi aspek. Dalam industri ada entitas yang terdiri dari buruh/pegawainya, sebagai suatu hal yang tak dapat kita abaikan," kata Susaningtyas.
Ia mengingatkan, bila dilakukan penutupan atas industri rokok maka akan bertambah jumlah pengangguran eks buruh/pegawai rokok sehingga berpotensi menimbulkan kerawanan.
"Hal ini tentu dapat memicu kerawanan sosial, sangat mudah menjadi objek
proxy. Kemarahan massa mudah disulut sehingga mengganggu keamanan bahkan pertahanan negara," ujarnya.