Pemerintah Mulai Kaji Pengelola Dana Ketahanan Energi

Safyra Primadhyta dan Eliza Valenta Sari | CNN Indonesia
Senin, 28 Des 2015 15:53 WIB
Dari kajiannya, pemerintah mulai melempar wacana pembentukkan Badan Layanan Umum (BLU) yang menjadi salah satu opsi.
Kepala Bapenas Sofyan Djalil saat Konferensi Nasional Pemberantasan Korupsi di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono).
Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah melalui Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mulai melempar sejumlah wacana perihal pengelolaan Dana Ketahanan Energi.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Sofyan Djalil mengungkapkan, satu wacana yang tengah dibahas pemerintah ialah pembentukan Badan Layanan Umum (BLU) yang akan menjadi salah satu opsi untuk mengelola Dana Ketahanan Energi.

Sofyan menjelaskan wacana ini diutarakan agar pungutan Dana Ketahanan Energi yang dikutip dari penjualan Bahan Bakar Minyak (BBM) tersebut dapat transparan dan akuntabel.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Bisa jadi berupa BLU, bisa jadi membuat akun baru. Memang perlu dipastikan masalah akuntabilitas untuk Dana Ketahanan Energi," kata Sofyan di Jakarta, Senin.

Saat ini, Sofyan bilang pemerintah sedang mengkaji aturan berikut pengelola dana tersebut. Berangkat dari hal itu ia memastikan pemerintah akan merampungkan landasan hukum yang akan mengatur pengelolaan dan mekanisme untuk pungutan yang diselipkan dalam harga premium dan solar.

"Kami sadar benar tentang masalah itu. Di mana di taruh uang itu dan bagaimana menggunakannya," ujarnya.

Menyusul rencana penurunan harga BBM yang diungkapkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said beberapa waktu lalu, besar pungutan Dana Ketahanan Energi berada di angka Rp200 untuk setiap liter penjualan premium dan Rp300 per liter untuk solar. Di mana pengumpulan Dana Ketahanan Energi bisa mencapai Rp15 triliun per tahun.

Sofyan mengjelaskan, urgensi dari pungutan Dana Ketahanan Energi sendiri dapat dipakai sebagai dana cadangan pada saat harga minyak dunia naik. Dengan begitu, pemerintah tidak perlu langsung menaikkan harga BBM mengikuti fluktuasi harga minyak dunia.

"Yang terjadi adalah kalau menurunkan (harga minyak) mudah sekali, orang senang. Tapi begitu naik jadi masalah oleh sebab itu kali ini digunakan sebagai dana cadangan. Kalau naik tidak serta-merta naik, kalau turun juga tidak diturunkan serta merta," kata dia.

Selain sebagai dana cadangan, menurut Sofyan pungutan dana tersebut juga bisa dialokasikan untuk pengembangan energi terbarukan yang ramah lingkungan.

Jika melihat kebijakan negara lain, kata Sofyan, pungutan terhadap masyarakat juga diterapkan melalui pajak karbon dalam penjualan BBM. Sedangkan di Indonesia, ujarnya, pungutan hanya dibebankan melalui Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10 persen atas penjualan BBM.

Sementara di kesempatan yang berbeda, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro masih enggan merinci mengenai mekanisme pengelolaan Dana Ketahanan Energi.
(dim/dim)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER