Jakarta, CNN Indonesia -- Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Tabungan Perumahan Rakyat (Pansus RUU Tapera) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyarankan pemerintah memberikan insentif pada pelaku usaha yang menanggung sebagian Tapera.
“Pemerintah bisa mencari jalan keluar melalui insentif,” ujar Wakil Ketua Pansus RUU Tapera Mukhamad Misbakhun dalam sebuah acara diskusi di Gedung World Trade Center (WTC), Jakarta, Selasa (2/2).
Insentif tersebut, lanjut Misbakhun, dapat berupa insentif perpajakan maupun insentif yang bisa memudahkan pelaku usaha untuk mendapatkan kredit perbankan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Contoh sederhana, bahwasanya (Tapera) boleh dibebankan dalam struktur biaya perpajakan mereka (pelaku usaha) sehingga menjadi cost yang akan mengurangi porsi keuntungan mereka, sehingga pajak yang mereka bayar menjadi lebih rendah,” ujarnya.
Misbakhun mengungkapkan, DPR dan pemerintah belum menetapkan besaran iuran. Sempat diusulkan, Tapera akan dipungut sebesar 3 persen dari upah pekerja di mana sebesar 2,5 persen ditanggung pekerja dan 0,5 persen ditanggung pelaku usaha.
Namun demikian, setelah melalui pembahasan, besaran Tapera akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.
“Ada keberatan Apindo dan sebagainya, kita menyadari itu. Kalau keberatan Apindo itu misalnya terkait dengan iuran yang menjadi bagian dari pemberi kerja itu kan bisa kita diskusikan mengenai berapa besarannya, seperti apa mekanismenya,” ujarnya.
Terkait anggapan pelaku usaha yang menilai Tapera tumpang tindih dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan, Misbakhun menilai peruntukan BPJS tidak hanya mencakup pembiayaan perumahan.
“BPJS berkaitan dengan tenaga kerja, memang ada uang banyak di sana tapi kebutuhan yang terkait dengan ketenagakerjaan kan juga banyak,” ujarnya.
Secara terpisah, Direktur Jenderal Pembiayaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemenpupera) Maurin Sitorus mengungkapkan UU Tapera merupakan amanat pasal 124 UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman.
“Di situ (UU 1/2011) disebutkan bahwa mengenai Tapera diatur tersendiri dengan Undang-undang, kedua pemerintah dan DPR berpendapat perlu landasan yang kuat untuk pembiayaan perumahan yaitu Tapera,” ujarnya.
Senada dengan Misbakhun, Maurin juga menilai iuran BPJS tidak cukup untuk membiayai penyediaan perumahan layak dan terjangkau.
“BPJS Ketenagakerjaan itu kan terutama mengenai empat hal jaminan kematian, jaminan keselamatan kerja, jaminan pensiun dan jaminan hari tua sedangkan perumahan adalah tambahan bukan yang pokok. Nah di undang-undang ini (UU Tapera) masalah perumahan adalah hal yang pokok,” ujar Maurin.
(gir)