Keinginan pemerintah untuk menurunkan bunga kredit menjadi
single digit tahun ini nampaknya sulit dilakukan.
Analis Mandiri Sekuritas Tjandra Lienandjaja mengatakan penerapan bunga tunggal akan sulit dilakukan secara merata ke semua segmen.
Tjandra menilai tingginya ekspektasi inflasi tahun ini menghambat perbankan menurunkan suku bunga. Ditambah kondisi likuiditas perbankan saat ini yang sedang ketat akibat sentimen penerbitan surat utang oleh pemerintah dengan tingkat imbal hasil yag lebih menarik jika dibandingkan dengan tawaran bunga deposito.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami melihat interest rate masih akan bisa turun lagi, tapi tidak akan bisa menjadi single digit lending rate akhir tahun ini untuk semua segmen," ujar Tjandra, di Jakarta, Selasa (5/4).
Suku bunga korporasi menjadi segmen yang diproyeksi bisa menuju suku bunga tunggal tahun ini. Sementara segmen ritel komersial seperti UKM dan mikro dinilai tidak mampu menerapkan fasilitas pinjaman dengan suku bunga tunggal.
"Terutama untuk segmen mikro, biaya operasional untuk menjamah segmen tersebut lebih mahal dan tinggi, tidak seimbang dengan return yang didapatkan," jelasnya.
Faktor lainnya yang menahan suku bunga turun antara lain beban kredit macet (NPL) dan biaya operasional perbankan yang masih tinggi.
"Dengan hal-hal begini perbankan akan sulit menerapkan apa yang diharapkan oleh otoritas," tutur Tjandra.
Untuk itu, menurutnya Pemerintah harus memiliki time frame yang jelas dalam upaya penurunan suku bunga kredit karena berbagai persoalan tersebut membutuhkan proses untuk diatasi.
Tjandra mengungkapkan, suku bunga kredit juga bukan satu-satunya faktor yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi. Sebab, faktor suku bunga kredit hanya 19 persen dari ongkos produksi, dunia usaha menurutnya masih menghadapi persoalan lain yang tak kalah pentingnya untuk diatasi seperti kepastian hukum, biaya logistik tinggi, dan inflasi tinggi.