Pemerintah belum merampungkan valuasi terkait divestasi saham PT Freeport Indonesia (PTFI) yang telah ditawarkan perusahaan pada Januari lalu. Pasalnya, masih terdapat beberapa variabel valuasi yang dianggap masih belum sesuai dengan keinginan Pemerintah.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bambang Gatot mengatakan, variabel utama yang masih perlu dikaji dalam mekanisme divestasi ialah batas waktu (tenor) mengenai izin pertambangan Freeport.
Sebab, sampai saat ini Pemerintah masih tak setuju dengan valuasi saham versi PTFI yang memasukkan rencana investasi perusahaan hingga 2041.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Itu jangka waktu milik mereka kan, Pemerintah punya pandangan lain lagi. Tapi belum bisa saya umumkan sekarang. Dan itu yang harus diomongkan, sampai sekarang belum ketemu," jelas Bambang di Jakarta, Senin (11/4).
Menyusul masih alotnya pembahasan mengenai variabel utama, Bambang bilang ada kemungkinan valuasi saham Freeport akan memakan waktu lebih lama.
Berangkat dari hal itu, Kementerian ESDM juga telah menyampaikan surat keberatan ke PTFI lantaran telah memasukkan valuasi investasi sampai tahun 2041, atau dengan asumsi Kontrak Karya PTFI diperpanjang.
"Saya juga sudah kasih tanggapan surat kemarin, karena valuasi divestasi mereka tidak sesuai dengan parameter yang kami inginkan. Kami sampaikan bahwa sementara harga belum sepakat, makanya 60 hari belum bisa dihitung," tutur Bambang.
Sebelumnya, Freeport telah menyerahkan valuasi 100 persen sahamnya dengan nilai US$16,2 miliar yang diserahkan kepada Kementerian ESDM pada bulan Januari lalu. Jika PTFI memiliki kewajiban divestasi 10,64 persen saham sisanya, maka harga penawaran divestasi saham Freeport berada di kisaran angka US$ 1,7 miliar.
Vice President Legal Freeport Indonesia, Clementino Lamuri pernah menyebut bahwa perusahaan memperhitungkan investasi tambang bawah tanah (underground mining) yang sudah digelontorkan sebelumnya senilai US$ 4,3 miliar. Ia menambahkan kalau nilai tersebut juga ditambah dengan investasi US$ 15 miliar hingga Kontrak Karya ketiga berakhir di tahun 2041.
"Jadi memang harga saham yang kami tawarkan itu mengasumsikan perpanjangan operasi setelah 2021," terang Clementino.
Kewajiban melepas 10,64 persen saham berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 77 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba), di mana PTFI wajib melepas sahamnya sebesar 30 persen ke investor nasional karena diklasifikasikan sebagai perusahaan underground mining.
Lantaran saat ini pemerintah telah mengempit saham Freeport Indonesia sebesar 9,36 persen, itu artinya masih terdapat sisa saham sekitar 20,64 persen yang harus dilepas perusahaan tambang asal Amerika Serikat tersebut.
Namun untuk tahap awal, Freeport hanya diwajibkan melepas 10,64 persen sahamnya guna menggenapi 9,36 persen yang telah dipegang oleh pemerintah sehingga menjadi 20 persen. Sementara 10 persen sisanya baru masuk masa penawaran divestasi pada 2020.