Jakarta, CNN Indonesia -- PT Adaro Energy Tbk (Adaro) optimistis kontribusi bisnis perseroan di sektor Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dalam lima hingga 10 tahun mendatang dapat menyumbang proporsi sebesar 30 persen dari seluruh pendapatan perseroan.
Direktur Keuangan Adaro, David Tendean mengatakan proyeksi pendapatan ini sejalan dengan model bisnis perusahaan yang terdiri dari sektor pertambangan, pembangkit listrik, dan bisnis logistik.
"Ke depan kami ingin memperbesar kontribusi pendapatan dari
power plant karena kami juga ingin berkontribusi lebih besar terhadap program 35 ribu Megawatt (MW). Karena di dalam proyek itu, sebagian besar kan listriknya disediakan secara Independent Power Producer (IPP)," ujarnya di Jakarta, Senin (18/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
David menjelaskan, disusunnya model bisnis dengan komposisi tadi ditujukan demi mendapati struktur pendapatan yang lebih kokoh.
Sebab, saat ini struktur pendapatan emiten batu bara tersebut masih masih didominasi oleh penjualan batubara sangat rentan dengan kondisi eksternal, yaitu fluktuasi harga komoditas.
"Model bisnis ini merupakan kesepakatan bersama dengan pemegang saham, dan kami berharap pendapatan perusahaan bisa lebih baik kedepannya," tuturnya.
Kinerja TurunMenyusul adanya restrukturisasi bisnis Adaro, tahun lalu perusahaan besutan Garibaldi Thohir ini tercatat membukukan pendapatan US$2,68 miliar, turun 20,3 persen dari perolehan 2014 yang berada di angka US$3,3 miliar.
David mengatakan, penurunan pendapatan ini sejalan dengan rontoknya Harga Batubara Acuan (HBA) selama tahun 2015 yang bertengger di angka US$60,13 per ton, atau turun 17,2 persen dari tahun 2014 dengan nilai US$72,62 per ton untuk kalori 6.322 kkal.
Pada kesempatan yang sama, Presiden Direktur Adaro, Garibaldi Thohir optimistis usaha pembangkit listrik perseroan bisa berkontribusi sebesar angka yang ditargetkan.
Hal ini direpresentasikan melalui kinerja keuangan PLTU Makmur Sejahtera Wisesa (MSW) unit 1 di Kalimantan Selatan, yang tercatat berkontribusi sebesar 5 persen dari seluruh pendapatan meski kapasitasnya hanya 2x30 MW.
"Kalau untuk 30 persen mungkin tercapai ya, karena kami yakin bisa menjadi pemain utama 35 ribu MW, karena kami sudah berpengalaman. Ini
opportunity bagi kami, kami masih yakin on the right track dengan bisnis model yang lebih solid," tutur pria yang akrab dengans sebutan Boy ini.
Ke depan, Boy pun meyakini kontribusi ini akan meningkat seiring diteruskannya proyek PLTU Batang 2x1.000 MW yang dilakukan oleh anak usaha perseroan, PT Bhimasena Power Indonesia.
Selain itu, ia juga menggantungkan asa pada proyek PLTU 2x100 MW di Kalimantan dengan perusahaan Korea Selatan, Korea East West Power Co. Ltd.
"Tapi pembangunan-pembangunan ini juga tergantung dengan resource-nya. Di Kalimantan kalau mau nambah kapasitasnya ya bisa-bisa saja karena deposit batubaranya ada," tandasnya.
Seperti diketahui, saat ini 40 persen pendapatan perusahaan dihasilkan dari non-pertambangan. Sementara itu, pembangkit listrik sendiri berkontribusi sebesar 5 hingga 10 persen dari pendapatan tersebut.
(dim)