Jakarta, CNN Indonesia -- Indonesia Palm Oil Pledge (IPOP) menegaskan kesepakatan enam konglomerasi kelapa sawit terkait praktik industri kelapa sawit hijau dan berkelanjutan di Indonesia bukan praktik kartel.
"Kami bukan kartel," tutur Executive Director IPOP Nurdiana Darus di Jakarta, Selasa (26/4).
Sebelumnya, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyatakan akan melakukan penyelidikan terhadap dugaan pelanggaran praktik usaha melalui kesepakatan IPOP yang ditandatangani oleh enam perusahaan sawit raksasa di Indonesia yaitu Wilmar International Ltd., Cargill Indonesia, Musim Mas, Astra Agro Lestari, Asian Agri, dan Golden Agri Resources (GAR).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ada potensi kesepakatan IPOP memiliki posisi lebih tinggi dibanding regulasi pemerintah. Mengingat ini merupakan kesepakatan pelaku usaha, maka IPOP berpotensi menjadi sarana kartel untuk menjadi hambatan masuk bagi pelaku usaha lainnya,” tutur Dendy R Sutrisno, Kepala Bagian Hubungan Masyarakat KPPU dalam rilisnya Kamis (14/4) lalu.
Nurdiana mengungkapkan pada pertengahan tahun lalu IPOP telah mengirimkan surat kepada KPPU untuk meminta analisa adanya potensi pelanggaran dalam butir kesepakatan IPOP. KPPU, lanjut Nurdiana, telah membalas surat itu pada Oktober tahun lalu yang membenarkan adanya potensi kartel dan beberapa poin yang didiskusikan lebih lanjut.
"Berpotensi hanya berpotensi, kemungkinan hanya kemungkinan saja tetapi bukan berarti kami adalah kartel," ujarnya.
Nurdiana menegaskan dalam kesepakatan IPOP tidak ada kesepakatan mengatur harga. "Kalau pembicaraan soal harga itu tidak mungkin, keenam perusahaan ini kompetitor kan? Nggak mungkin mereka mau men-share harga mereka," ujarnya.
Kesepakatan IPOP, kata Nurdiana, adalah sebuah janji untuk memperbaiki sektor industri kelapa sawit nasional. Salah satunya melalui pemberdayaan peran petani swadaya untuk menciptakan praktik hijau dan berkelanjutan.
Menurut Nurdiana, praktik hijau dan berkelanjutan dilakukan untuk menjaga daya saing Indonesia sebagai pemasok terbesar kelapa sawit dunia. Pasalnya, permintaan konsumen global terkait praktik ramah lingkungan dan berkelanjutan industri sawit semakin meningkat. Sementara, ketergantungan Indonesia pada permintaan global besar mengingat Indonesia mengekspor sekitar 85 persen produksi sawitnya per tahun.
"Kami beradaptasi dengan menjaga
competitiveness dari Indonesia," ujarnya.
Selanjutnya, Nurdiana menyatakan keterterbukaan ntuk terus melakukan dialog dengan pemerintah maupun pihak lain yang berkepentingan terkait implementasi kesepakatan IPOP.