Rugikan Nasabah, LPS Tutup Lima BPR Sepanjang Tahun Ini

Dinda Audriene | CNN Indonesia
Jumat, 20 Mei 2016 14:18 WIB
Dari 1.800 BPR yang ada di Indonesia saat ini, BPS menutup lima diantaranya dengan alasan rata-rata karena kecurangan oleh pemilik bank dan pengelola bank.
Dari 1.800 BPR yang ada di Indonesia saat ini, BPS menutup lima diantaranya dengan alasan rata-rata karena kecurangan oleh pemilik bank dan pengelola bank. (ANTARA FOTO/HO/Ahmad).
Jakarta, CNN Indonesia -- Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) telah menutup lima Bank Perkreditan Rakyat (BPR) sepanjang tahun ini. Penutupan dilakukan untuk melindungi nasabah dari praktik curang pengelola dan pemilik bank.

“Saat ini di Indonesia ada 1.800 BPR, kami menutup lima diantaranya sepanjang tahun ini. Alasan penutupan rata-rata karena kecurangan oleh pemilik bank dan pengelola bank," jelas Kepala LPS Fauzi Ichsan di Jakarta, Jumat (20/5).

Namun, mantan ekonom Standard Chartered Bank tersebut enggan menyebut identitas BPR yang sudah ditutup tersebut.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Fauzi, LPS memiliki salah satu tugas untuk menilai kondisi kesehatan perbankan di Indonesia. Mulai dari level BPR sampai bank-bank besar yang memiliki pengaruh besar terhadap kondisi perekonomian nasional. Sampai saat ini, LPS masih menilai industri perbankan secara keseluruhan dalam kondisi yang baik.

"Kalau bicara rasio kecukupan modal ada di 21 persen itu salah satu yang tertinggi di dunia dan tertinggi di sejarah Indonesia. Lalu non performing loan kita berada pada angka 2,8 persen. Nah itu masih relatif rendah apalagi dibandingkan bantalan permodalan perbankan Indonesia,” ujar Fauzi.

Kemudian, jika dilihat dari indikator suku bunga kredit yang masih sekitar 5 persen. Menurutnya, angka tersebut termasuk yang terbaik di dunia.

Namun, LPS tidak memungkiri bahwa kondisi perbankan sulit ditebak. Untuk memperluas jangkauan radar dalam mengawasi industri perbankan nasional, LPS menggandeng enam Kantor Akuntan Publik (KAP) untuk mendukung fungsi, tugas, dan wewenang LPS dalam penjaminan dan resolusi bank.

"Kami kan tidak pernah tahu kapan bank gagal, apalagi bank besar. Sehingga pada saat terjadinya bank gagal, kami membutuhkan tenaga expert seperti KAP untuk membantu kami," jelasnya.

Lebih lanjut, ia menyatakan, LPS memang tidak berharap adanya krisis. Namun LPS harus siap jika nantinya terjadi krisis. Misalnya, terjadinya bank gagal secara bersamaan sebanyak dua atau tiga bank.

"Jadi kita melakukan kerjasama untuk menghadapi keadaan yang kritis di sektor perbankan," tuturnya.

Keenam KAP yang dilibatkan LPS untuk membaca potensi terjadinya krisis perbankan adalah KAP Amir Abadi Jusuf, Aryanto, Mawar dan Rekan (RSM), KAP Osman Bing Satrio dan Eny dan rekan (Deloitte), KAP Tanudireja, Wibisana, Rintis dan Rekan (PWC), KAP Tanubrata Sutanto Fahmi dan Rekan (BDO), KAP Siddharta Widjaja dan Rekan (KPMG), dan KAP Purwanto, Sungkoro, Surja (EY).

Kerjasama yang dibuat mencakup dua lingkup pekerjaan, yaitu pekerjaan asuransi (opini), asisten dan perbantuan tenaga. (gen)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER