Jakarta, CNN Indonesia -- Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu) mencetuskan usulan tarif pengampunan pajak yang lebih besar dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Pengampunan Pajak (RUU
Tax Amnesty) bersama Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Upaya memperbesar tarif dari usulan awal dinilai mempermudah langkah pemerintah menyedot penerimaan yang besar dalam waktu singkat.
Munculnya permintaan peningkatan tarif amnesti tersebut yang membuat molornya pembahasan RUU
Tax Amnesty di parlemen.
"Awalnya pemerintah usul tarif 1, 2, 3 persen untuk yang melakukan deklarasi pajak dan 2, 3, 5 persen untuk yang melakukan repatriasi. Sekarang diusulkan jadi 5 persen untuk yang deklarasi dan 10 persen untuk yang merepatriasi aset," ujar sumber CNNIndonesia.com yang mengikuti pembahasan RUU tersebut, Selasa (24/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menegaskan, pertimbangan pemerintah menaikkan sekaligus memperlebar selisih tarif uang tebusan amnesti pajak salah satunya untuk meraup penerimaan besar dalam rentang waktu enam bulan kebijakan pengampunan pajak berlaku di sisa tahun ini.
"Ini yang kemudian masih jadi perdebatan, terutama dengan fraksi PDIP dan Nasdem," tuturnya.
Ia sendiri menilai, tarif uang tebusan amnesti pajak dengan tarif pajak berbeda penerapannya diantara negara-negara yang pernah menerapkannya. Karenanya, pemerintah tidak seharusnya mengenakan tarif tebusan amnesti yang tinggi seperti pajak biasa.
Lindungi KoruptorDaftar Inventarisasi Masalah (DIM) lain yang masih menjadi perdebatan antara politisi Senayan dengan otoritas pajak adalah kriteria wajib pajak yang boleh menerima fasilitas amnesti. Awalnya, lingkup pidana yang bisa dibebaskan terbatas hanya untuk pidana pajak.
"Namun terakhir di revisi termasuk juga pidana yang terkait TPPU (tindak pidana pencucian uang), termasuk korupsi. Kecuali pidana yang terkait terorisme, narkoba dan human trafficking," tutur sumber tersebut.
(gen)