Jakarta, CNN Indonesia -- Ho Woei Chen, Ekonom UOB Group, bank yang berkantor pusat di Singapura menilai, kebijakan tax amnesty alias pengampunan pajak akan membawa dampak signifikan bagi pemerintah dalam memenuhi target anggaran pendapatan dan defisit tahun 2016.
Karenanya, ia berharap, Rancangan Undang-undang (RUU) Tax Amnesty bisa rampung awal Juni ini, sebelum masa reses Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Juli nanti.
"Kebijakan ini akan memberi peluang untuk pengembalian dana-dana yang ada di luar negeri masuk ke Indonesia, dan beberapa persiapan telah dilakukan pemerintah untuk menampung penerimaan dana tersebut," ujarnya, Kamis (26/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seperti diberitakan sebelumnya, saat ini, pemerintah tengah menyiapkan obligasi yang tidak dapat diperdagangkan. Obligasi ini dimaksudkan untuk menyerap dana tersebut. Lima institusi keuangan dan tiga bank pelat merah akan ditunjuk sebagai manajer investasi untuk mengelola dana tersebut.
Berdasarkan data dari Kementerian Keuangan, dalam empat bulan terakhir ini, penerimaan pajak negara baru mencapai 20 persen dari total target, di mana dana yang terhimpun sebesar Rp283 triliun. Realisasi ini 8,4 persen lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, yaitu Rp309 triliun.
"Hal ini diakibatkan dari penundaan pembayaran para wajib pajak (WP) karena tidak adanya kepastian akan undang-undang pengampunan pajak," terang Chen.
Bahkan, lanjut dia, revisi anggaran pembelanjaan negara 2016 yang telah disetujui pada Oktober tahun lalu menjadi terkendala hingga adanya kejelasan uu tersebut. Tanpa adanya pendapatan tambahan dari pengampunan pajak, laju pertumbuhan dapat terganggu dikarenakan pendapatan lebih rendah dan dampaknya pada pemotongan pengeluaran pemerintah.
"UU Pengampunan Pajak mengusulkan tarif biaya 1-3 persen apabila dana ditempatkan kembali ke Indonesia atau 2-6 persen jika dana dilaporkan oleh WP, namun tidak ditempatkan di Indonesia," imbuh dia.
Adapun, saat ini, estimasi penerimaan tambahan dari penghapusan pajak tersebut berbeda antara Bank Indonesia (BI) dengan Kementerian Keuangan. Yakni, mulai dari US$4 miliar hingga US$12 miliar atau setara 0,5-1,4 persen dari total Produk Domestik Bruto (PDB) nasional.
Sebagai informasi, pemerintah mencatat defisit fiskal sebesar 2,8 persen dari PDB 2015. Tahun ini, pemerintah mematok defisit fiskal di level 2,2 persen. Namun demikian, diperkirakan, kenaikan defisit menjadi 3 persen.
"Kami percaya, pendapatan tambahan ini akan membantu pemerintah memastikan rencana pembangunan infrastruktur yang telah disusun agar dapat berjalan tahun ini," pungkas Chen.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menuturkan, dalam pelaksanaannya, pemerintah berharap tax amnesty akan memperluas sumber pajak. Tercatat 27,6 WP terdaftar dan 114,8 juta pekerja di Indonesia, namun hanya 900.000 orang di antaranya yang membayar pajak.
Sunset Policy melansir, rasio penerimaan pajak terhadap PDB di tahun 2008 silam naik ke level 13,3 persen. Namun, hal itu tidak bertahan lama. Sejak saat itu, rasio penerimaan pajak terus turun ke level 10,7 persen di tahun 2015.
Penghapusan pajak dianggap akan membawa dampak positif terhadap perekonomian, terutama dalam likuiditas dan potensi pendapatan masa depan. Kementerian Keuangan memprediksi, dana yang akan kembali sekitar Rp1.000 triliun atau 20 persen dari total pajak yang dilaporkan.
(bir)